Jakarta –Decline rate ekstrim yang terjadi di atas rata-rata pada lapangan-lapangan tua asset produksi Pertamina EP (PEP), merupakan penyebab utama tidak tercapainya target produksi 2013. “Decline rate pada 2013 kemarin lebih tinggi dari prediksi awal, kami mengira hanya sekitar 20 persen tetapi ternyata hampir 40 persen”, jelas Direktur Utama Pertamina EP, Adriansyah pada (14/2)yang lalu. Akibat hal tersebut, produksi minyak harian PEP sepanjang 2013 mengalami penurunan dibandingkan 2012, yaitu 121,5 ribu BOPD (target 127,7 ribu BOPD). “Demikian juga dengan gas, produksi yang seharusnya mencapai 1.052 MMSCFD hanya mampu berada pada level 1.031 MMSCFD”, imbuh Adriansyah setelah melakukan evaluasi.
Gangguan fasilitas lifting dan fasilitas produksi, disamping kondisi reservoirnya yang rata-rata sudah masuk fase depleted menjadi penyebab utama melonjaknya decline rate tahun lalu. Pasokan power di fasilitas produksi dan lifting kebanyakan berupa gas, sehingga bila terjadi masalah dengan pasokan gas untuk menggerakkan genset, mengakibatkan matinya aliran listrik dan pompa. Selain itu berbagai program yang dilakukan seperti work over, interventions, drilling infield maupun out step, tahun lalu untuk mendongkrak nilai recovery factor belum bisa membuahkan hasil manis.
Berkaca pada kearifan umum, tidak mau terjatuh untuk kedua kali dalam lubang yang sama , PEP telah menyiapkan empat langkah strategis guna menahan laju decline rate 2014. Langkah pertama yang diambil adalah dengan meluncurkan Pertamina EP Production Way. Hal ini bertujuan untuk menetapkan standard bagi proposal pengeboran sumur pengembangan. “Selama ini proses seleksi sumur pengembangan tidak seketat sumur eksplorasi padahal jumlah sumur pengembangan lima sampai enam kali lipat jumlah sumur eksplorasi, namun sukses ratio sumur pengembangan masih terbilang kecil yaitu hanya 70 persen,” papar Adriansyah.
Peningkatan fasilitas produksi, fasilitas lifting, dan segala hal yang berhubungan dengan asset integrity menjadi langkah kedua yang harus dijalankan agar tidak ada lagi masalah low and off yang mengganggu produksi.
Pertamina EP Drilling Way adalah langkah ketiga yang akan diterapkan mengingat masih banyaknya masalah operasional drilling yang muncul. Sehingga proses funnelling bisa dilakukan dengan lebih baik guna mengurangi NPT (Non Productive Tar) yang pada 2013 lalu cukup tinggi.
Langkah terakhir ialah menentukan prioritas dari program kerja yang ada. Menurut Adriansyah perlu dilakukan mapping menyeluruh aset Pertamina EP khususnya lapangan produksi untuk kemudian ditentukan skala prioritas pekerjaannya.
“Dengan demikian kita tahu rencana kita ke depan dan sudah memiliki prediksi apa yang akan terjadi dan bagaimana mengatasi masalah yang muncul,” tambah Adriansyah. Dengan rancangan strategi diatas diharapkan bisa menekan nilai decline semaksimal mungkin.
Sedangkan untuk bisa meningkatkan nilai produksi secara berkelanjutan diperlukan adanya dua terobosan, yaitu percepatan temuan eksplorasi menjadi produksi dan program Enhanced Oil Recovery (EOR). “Karena yang kita kejar ini adalah peningkatan produksi yang sustain dan bukan hanya peningkatan produksi yang sesaat saja. Maka tidak ada jalan lain selain mempercepat pengembangan lapangan baru agar segera on stream serta segera merealisasikan program EOR di area-area fokus”, imbuh Adriansyah mengunci perbincangan.•DIt.HULU