Menyibak Kinerja PHE Siak Naikkan Produksi

Menyibak Kinerja PHE Siak Naikkan Produksi

20-Foto 1- PHE Siak GSJakarta – Sebagai satu-satunya BUMN bidang energi yang 100% sahamnya punya pemerintah, Pertamina menjadi tulang punggung dalam menjaga kemandirian dan ketahanan energi nasional. Melalui sudut pandang tersebut, Pertamina terus berupaya mewujudkan komitmen dalam menjamin ketersediaan energi guna mendukung pertumbuhan ekonomi bangsa. Meski sejak medio 2014 harga crude dunia sedang krisis, namun agresifitas anak-anak perusahaan Pertamina yang bergerak di bidang bisnis hulu minyak dan gas bumi (migas) dalam meningkatkan cadangan dan produksinya tak pernah surut.

 

Berbagai langkah terkait upaya peningkatan produksi berlandaskan strategi cost efficiency diterapkan di segala lini agar mampu bertahan di tengah turbulensi pasar yang sedang pancaroba. Hasilnya, pada periode kerja 2016 capaian produksi migas Pertamina tetap berada di jalur positif dengan kenaikan 7,1 persen dari raihan tahun sebelumnya (2015). “Kenaikan produksi di Pertamina menjadi prestasi tersendiri. Meski, sejak 2015 hingga sekarang management melakukan efisiensi super ketat baik terkait biaya produksi maupun investasi. Artinya, walaupun terjadi penurunan biaya operasi ternyata masih menghasilkan peningkatan produksi,” ucap Direktur Hulu, Syamsu Alam mengapresiasi.

 

Ambil contoh salah satu anak perusahaan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) yang wilayah kerjanya berlokasi di Kabupaten Rokan Hilir dan Kampar, Propinsi Riau. PHE Siak memiliki tiga lapangan yang masih aktif berproduksi yakni Lapangan Batang, Lindai, dan Manggala South dengan total produksi minyak pada 2016 sebesar 1.882 barel minyak per hari (BOPD). “Lapangan Batang adalah kontributor terbesar dengan rata-rata produksi sebanyak 1.053 BOPD,” ungkap Nana Heriana, General Manager PHE Siak.

 

Lebih jauh Nana menjelaskan, setelah PHE melanjutkan pengelolaan Lapangan Batang dan Lapangan Lindai pasca terminasi kontrak dari operator sebelumnya, PT. Chevron Pasifik Indonesia (CPI) pada pertengahan 2014 lalu, manajemen berhasil melakukan upaya peningkatan produksi di kedua lapangan tersebut. Hal ini terbukti dengan rata-rata produksi Lapangan Batang 6 bulan sebelum dikelola oleh PHE Siak adalah sekitar 1.550 BOPD, tapi di tangan PHE Siak justru meningkat menjadi rata-rata 1.590 BOPD. Sedangkan di Lapangan Lindai, produksi rata-rata 1
tahun sebelum ditangani oleh PHE Siak adalah sebesar 577 BOPD, setelah dioperatori PHE Siak naik menjadi rata-rata 750 BOPD.

 

Mengingat ketiga lapangan minyak di Wilayah Kerja Blok Siak tersebut merupakan ladang tua bekas garapan PT. CPI, dengan karakteristik minyak sangat kental di Lapangan Batang maka menjadi tantangan tersendiri bagi para engineer PHE Siak dalam menjaga kinerja produksi. Oleh karena itu diperlukan kejelian dan langkah kreatif dalam mencari solusi untuk mengatasi masalah-maaslah operasi yang muncul. Contohnya, dibutuhkan penanganan khusus dalam mengolah minyak hingga mendapatkan angka sediment & water (S&W) yang rendah (target 0.5%). Selain itu, minyak produksi Lapangan Batang akan bertransformasi menjadi congeal pada temperatur di bawah 126F sehingga menambah berat proses demulsifikasi minyak dan air di dalam sistem produksi.

 

Mengantisipasi sifat alami minyak berat produksi Lapangan Batang, itu PHE Siak memiliki sebuah proyek AFE (authorization for expenditure) berupa instalasi heater tank yang diharapkan mampu menjaga temperatur pada masing–masing tangki pengolahan (wash tank dan shipping tank) pada suhu 150F (di atas congealing point). “Dengan proyek ini juga diharapkan mampu mempercepat proses demulsifikasi minyak sehingga dapat menghasilkan S&W minyak Batang yang rendah. Karena semakin rendahnya nilai S&W minyak Batang, akan membuat jumlah minyak yang dapat diproduksi secara langsung semakin besar, dengan estimasi kenaikan gross revenue sebesar US$ 680 ribu tahun,” imbuh Nana. Sementara itu, kendala operasi di Lapangan Lindai juga cukup kompleks. Jembatan penghubung antara beberapa sumur produksi dan GS (gathering station) Lindai milik pemerintah terputus sehingga tidak bisa dilalui oleh alat berat untuk kegiatan service sumur, dan hingga saat ini belum adanya inisiatif perbaikan oleh Pemerintah Provinsi Riau.

 

Menurut Nana beberapa langkah lain juga dilakukan sebagai upaya peningkatan produksi, di antaranya pekerjaan perforasi (membuka zona baru) melalui dua kegiatan workover pada 2016 di lapangan Batang. Zona baru pada Formasi Duri tersebut terletak pada kedalaman 200 ft dengan jenis litologi batu pasir. Hasil dari kegiatan, itu adalah penambahan rate produksi minyak mencapai 104 BOPD. Rencananya pencarian zona-zona produksi baru yang potensial akan terus dilakukan pada 2017, di antaranya adalah zona low quality reservoir pada lapisan batupasir Formasi Telisa, dan zona eksisting yang belum dibuka. “Evaluasi menggunakan RST/CO log sudah kami rencanakan dan lakukan sejak 2016 lalu guna menambah penemuan zona produksi baru yang potensial,” terang Nana.

 

Reaktivasi sumur-sumur lama yang suspended juga sudah dilaksanakan sejak awal alih kelola Lapangan Lindai dan Batang. Hasil dari reaktivasi ini memberikan peningkatan produksi yang signifikan, khususnya untuk reaktivasi sumur di Lapangan Batang dan dikombinasikan dengan injeksi steam H&P sebelum direaktivasi. Pada 2017, ini PHE Siak berencana mengaktifkan salah satu sumur di Lapangan Lindai, yaitu sumur Lindai-029 yang akan digunakan sebagai salah satu sumur injeksi (program pressure maintenance),” pungkas Nana.•DIT. HULU

 

Share this post