Jakarta - Sebagai satu-satunya Badan Usaha milik Negara (BUMN) bidang energi yang 100% sahamnya punya pemerintah, Pertamina menjadi tulang punggung dalam mendukung kebijakan kemandirian dan ketahanan energi nasional. Melalui sudut pandang tersebut, Pertamina terus berupaya mewujudkan komitmen, menjamin ketersediaan energi dalam negeri agar kelangsungan pembangunan nasional tetap berjalan berkelanjutan. Meski sejak medio 2014 harga crude dunia sedang krisis, hal tersebut tidak menyurutkan agresifitas anak-anak perusahaan Pertamina yang bergerak di bidang hulu minyak dan gas bumi (migas) dalam menyusun strategi serta langkah-langkah upaya peningkatan produksi dan penambahan cadangan.
Maka, supaya berbagai upaya yang ditempuh dalam rangka mendongkrak produksi dan menambah cadangan dimaksud terus berlangsung meski di tengah lilitan krisis harga minyak mentah dunia, tentu perlu kearifan dalam menyusun kebijakan-kebijakan super ketat menyangkut cost effectiveness dan cost efficiency di segala lini bisnis PT Pertamina (Persero) beserta anak perusahaannya. Sebagai contoh, kegiatan yang saat ini sedang berjalan di Pertamina Hulu Energi (PHE) Blok Abar dan PHE Blok Anggursi. Kedua wilayah kerja migas tersebut merupakan blok eksplorasi yang pengelolaannya diserahkan pemerintah kepada PHE sejak Mei 2015 lalu. Di dalam perut kedua blok itu, diperkirakan menyimpan potensi sumber daya migas cukup besar, yaitu sekitar 783 juta barel minyak (MMBO) dan 2,3 triliun kaki kubik (TCF) gas. “Angka tersebut adalah unrisk P50. Pada saat akan mengambil blok ini, kami melakukan evaluasi dengan ekstra effort untuk melihat potensi-potensi yang ada mengingat beberapa puncak struktur sudah pernah dibor oleh operator asing sebelum kami,” kata Theodorus Duma, GM PHE Abar – Anggursi saat ditemui (4/5).
Lebih jauh Theo menjelaskan, untuk mengelola kedua blok ini management menjalankan beberapa strategi, di antaranya cost effective, quick yielding, dan sustainability. Tujuannya agar cost yang dikeluarkan tepat guna, management membentuk organisasi yang sesuai dengan nature eksplorasi dan menggunakan time sharing untuk tenaga-tenaga pendukung (enabler). Selanjutnya perusahaan terus melakukan sinergi dengan anak perusahaan lainnya, seperti sharing fasilitas produksi, atau melakukan unitasi sehingga akselerasi produksi dari temuan-temuan sebelumnya bisa dilakukan guna mempercepat pendapatan perusahaan. “Alasan ini lah yang menjadi pertimbangan kami untuk melakukan pengeboran pertama dekat wilayah PHE ONWJ (Offshore North West Java). Dengan demikian, nantinya kami bisa memanfaatkan fasilitas mereka sehingga produksi bisa segera dilakukan,” ujar Theo mengurai strategi.
Sementara itu, kegiatan lain yang juga terus dilakukan adalah upaya mematangkan rekonstruksi geologi baik struktur maupun susunan stratigrafi yang lebih rinci lewat survey seismic. Pada akhir Januari lalu, telah dilakukan pekerjaan akuisisi seismik 2D sepanjang kurang lebih 4.000 km menggunakan kapal special untuk survey seismic (ELSA Regent) milik Elnusa. Survei seismik yang dimulai sejak 16 Desember 2016, lalu berlangsung selama 39 hari, lebih cepat dari yang direncanakan selama 46 hari. “Padahal, survey ini merupakan proyek pertama bagi Kapal ELSA Regent,” kata Theo. Hal tersebut bisa terjadi karena kapal ELSA Regent mampu bekerja melebihi target, yaitu 100 km per hari ditambah tidak adanya gangguan baik cuaca maupun sosial. Menurut Theo, biasanya pada bulan Desember sering terjadi ombak besar akibat pengaruh angin muson. Namun, ketika proyek akuisisi seismik itu berlangsung hal tersebut tidak terjadi. Untuk melaksanakan survei ini, ELSA Regent menggunakan streamer (kabel) sepanjang 6,000 m. “Status saat ini, pekerjaan analisis dan evaluasi data baru 2D tersebut tengah berlangsung dan hampir selesai,” aku Theo.
Survei seismik 2D yang dijalankan oleh PHE Abar – Angursi merupakan bagian dari pemenuhan firm commitment tahun kedua dalam rentang tiga tahun pertama kontrak blok tersebut, yang harus dilaksanakan. Selengkapnya, firm commitment periode tiga tahun pertama kontrak, itu meliputi kegiatan-kegiatan: (1) studi geologi dan geofisika (G&G) untuk mendapatkan data tambahan guna melengkapi data lama yang dilakukan oleh Kontraktor Kerja Sama (KKS) pengelola kedua blok itu sebelumnya. Sesuai komitmen dalam kontrak, survey tersebut dilakukan setiap tahun dalam tempo 3 tahun pertama. Survei seismik 2D sebagai firm commitment tahun kedua yang berlangsung pada Desember 2016, dirancang untuk mendapatkan kualitas data yang lebih bagus, melengkapi kekurangan data bawah permukaan hasil survey sebelumnya, dan fokus ke objektif target dalam untuk mencari exploration play baru di wilayah kerja migas tersebut.
Selanjutnya, papar Theo, firm commitment pada tahun ketiga adalah pengeboran masing-masing satu sumur taruhan (eksplorasi) di Blok Abar dan Blok Anggursi. Untuk di Abar sudah ditetapkan sumur pertama yang akan dibor adalah Sumur Karunia-1X, sedangkan di Anggursi penetapan sumurnya masih menunggu hasil interpretasi data seismik 2D terbaru, itu. “Yang tidak kalah membanggakan adalah, untuk proyek ini kami 100% menggunakan tenaga internal Pertamina yang kapabilitasnya tak perlu diragukan. Seluruh proses ini juga sudah melalui proses funneling di PHE. Artinya, sudah melewati persetujuan tim teknis yang ada di Fungsi Asset PHE, untuk selanjutnya diteruskan ke SKK Migas,” demikian Theo menjelaskan sambil mengakhiri perbincangan.•DIT. HULU