Jakarta – Jatuhnya harga crude dunia sejak medio 2014, membuat semua perusahaan yang bergerak dalam bidang hulu industri migas melakukan rekalkulasi portofolio bisnisnya, baik dari sisi investasi maupun operasi, termasuk Pertamina Hulu Energi (PHE), selaku salah satu Anak Perusahaan PT Pertamina (Persero). Maka, berdasarkan hasil evaluasi tersebut dilakukan langkah-langkah kebijakan efisiensi yang radikal di segala lini operasi, agar kinerja produksi tetap bertahan dengan biaya murah.
Hasilnya, pada semester 1/2016 produksi gas PHE melampaui target, yakni sebesar 728 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD) dari target RKAP 2016 sebesar 725 MMSCFD. “Keberhasilan peningkatan produksi gas PHE terpacu oleh on stream-nya proyek gas Senoro Toili yang dikelola PHE lewat sistim Joint Operation Body (JOB) Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi, serta tambahan produksi melalui akuisisi Blok NSO/B,” ujar Direktur Utama PHE, Gunung Sardjono Hadi beberapa waktu lalu.
Selain itu, Gunung mengatakan bahwa saat ini produksi minyak PHE belum ditingkatkan mengingat harga minyak yang relatif rendah. Target RKAP 2016 produksi minyak PHE sebesar 62.613 barel minyak per hari (BOPD), lebih rendah dibandingkan dengan target RKAP 2015 sebesar 66.302 BOPD. Menurutnya, PHE saat ini melakukan kebijakan shifting di setiap lini untuk tetap menjaga profit di semua anak perusahaan. “Shifting juga dilakukan dari minyak ke gas. Minyaknya memang turun, tetapi gas naik, sehingga secara ekuivalen tetap naik,” tambah Gunung.
Lebih lanjut Gunung menjelaskan bahwa PHE tetap fokus pada blok-blok backbone untuk meningkatkan produksi seperti PHE Offshore North West Java (ONWJ) dan PHE West Madura Offshore (WMO). Sedangkan lapangan yang berpotensi memberikan kontribusi produksi tambahan dalam dua-tiga tahun mendatang adalah Lapangan Senoro Toili, Jambi Merang, dan hasil akuisisi Blok NSO/B untuk peningkatan produksi gas. “Pada setiap project pengembangan harus kami pastikan on-time, on-budget dan sesuai scope final objective yang diinginkan, serta melakukan engagement kepada stakeholder terkait dengan monetisasi gas,” tegas Gunung.
Sementara itu, PHE JOB Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi, pada semester 1/2016 berhasil menjadi kontributor gas lifting terbesar keempat di Indonesia sekitar 58.500 barel setara minyak per hari (BOEPD). “Keberhasilan ini disebabkan oleh fasilitas lapangan Senoro yang sudah mulai stabil dan berkontribusi pada level hampir di kapasitas terpasang,” aku Judha Sumarianto, General Manager PHE JOB Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi. Tambahnya, percepatan penyelesaian pengerjaan proyek-proyek terkait fasilitas produksi menjadi kunci kesuksesan jajaran PHE JOB Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi dalam meningkatkan produksi migas yang sebelumnya berjalan lambat.
Sepanjang perjalanan produksi PHE JOB Tomori, pada 17 November 2015 berhasil memecahkan rekor pertama penyerapan gas oleh buyer sebesar 335,5 MMSCFD atau 375.000 MMBTU. Kemudian, rekor tersebut dipecahkan lagi pada tahun baru 1 Januari 2016 dengan produksi puncak penyerapan gas sebesar 337,4 MMSCFD atau 377.500 MMBTU. “Kenaikan produksi gas Tomori disebabkan oleh optimumnya suplai gas ke kilang LNG Donggi-Senoro (DSLNG), sebab bisa meng-cover alokasi gas dari lapangan Matindok yang belum onstream. Sedangkan peningkatan produksi minyak dan kondensat dikarenakan adanya kenaikan gas kondensat ratio (CGR),” ungkap Judha.
Terkait dengan produksi kondensat pada 17 Agustus 2015 telah dilakukan pengapalan perdana kondensat dari lapangan Senoro. “Hingga saat ini telah dilakukan sebanyak 5 kali pengapalan dengan total kumulatif 1,12 juta barrels yang dikirimkan ke Korea Selatan, Thailand, Singapura, dan kilang domestik TPPI Tuban,” imbuh Judha. Pencapaian lainnya dari PHE JOB Tomori adalah keberhasilan Senoro Central Processing Plant (CPP) sebagai satu-satunya kilang gas di Indonesia, bahkan di Asia yang mampu menghasilkan asam sulfat dengan memanfaatkan gas buang H2S. Gas tersebut merupakan emisi yang mencemari lingkungan. Kemudian diubah menjadi produk yang memilikinilai ekonomis, dan nol emisi.,Selain itu, produk sampingan dari proses tadi menghasilkan steam yang dimanfaatkan sebagai sumber pembangkit listrik oleh Senoro CPP,” ucap Judha mewartakan rasa syukurnya.
PHE Joint Operating Body Pertamina – Medco E&P Tomori Sulawesi atau JOB Tomori merupakan salah satu Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di bawah pengawasan SKK Migas dengan share terbesar dari Pertamina sebesar 50% dan sekaligus bertidak selaku operator. Sementara share lainnya dimiliki oleh Medco E&P Tomori Sulawesi sebesar 30% dan Tomori E&P Limited (TEL) 20%. Wilayah kerja JOB Tomori terletak di bagian timur Provinsi Sulawesi Tengah, dengan 2 aset ladang produksi migas yakni, Lapangan Minyak Tiaka di Kabupaten Morowali Utara dan Lapangan Gas Senoro di Kabupaten Banggai. Dalam sejarahnya, lapangan gas Senoro ditemukan sejak 1999 setelah menghabiskan waktu sekitar 4 tahun untuk eksplorasi, kemudian 7 tahun dalam tahapan monetisasi dan 3 tahun untuk pembangunan kilang, total waktu untuk onstream proyek gas Senoro 14 tahun, sebelum diproduksi pada kapasitas puncaknya saat ini. Pada September 2012 dilakukan penandatanganan EPC Contract Award dan akhirnya pada Oktober 2015 kilang Senoro CPP telah sukses melakukan performance test dengan hasil yang sangat memuaskan.•DIT. HULU