Yogyakarta - Kamis (29/10) bertempat di Ball Room Hotel Grand Cokro Yogyakarta, Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina EP Cepu (PEPC) Adriansyah, memberikan orasi ilmiah pada acara sidang senat terbuka wisuda sarjana periode genap 2015/2016 Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Pada kesempatan tersebut Dirut PEPC menyampaikan orasi ilmiah dengan judul “Masa Depan Migas Indonesia”.
Dalam kesmepatan tersebut Adriansyah memaparkan sejarah panjang industri migas di Indonesia telah menorehkan beberapa benchmark kelas dunia, di antaranya wireline logging pertama di dunia, production sharing contract (PSC) yang merupakan ide anak Indonesia, steam flood enhance oil recovery pertama di dunia, dan Indonesia adalah negara pionir pengekspor LNG di dunia. Masih banyak lagi kontribusi yang sudah Indonesia sumbangkan untuk industri migas.
“Pertanyaannya adalah, apakah dengan semua torehan prestasi itu dapat menjamin bahwa keberlangsungan industri migas Indonesia otomatis terjamin? Jawabannya adalah tergantung bagaimana kita bisa memetik pelajaran dari sejarah keberhasilan, mengerti situasi dan kondisi saat ini, serta dapat mempergunakan semua informasi untuk menjawab dan menata industri migas Indonesia di masa depan,” ujar Adriansyah.
Tahun 2016 diperkirakan kebutuhan konsumsi minyak bumi Indonesia mencapai 1,6 juta barel per hari, sehingga 50% kebutuhan kita tergantung minyak impor. Prediksi ke depan untuk minyak bumi, tren penurunan akan berjalan terus sejalan dengan umur lapangan yang semakin tua. Pengembangan terakhir adalah lapangan Banyu Urip yang mulai berproduksi tahun 2015, dan saat ini belum terlihat adanya rencana pengembangan lapangan minyak baru yang cukup besar. Data ini menunjukkan bahwa ketergantungan Indonesia terhadap minyak impor akan semakin besar.
“Kondisi diperparah lagi apabila kita lihat Pertamina sebagai National Oil Corporation (NOC) Indonesia hanya menguasai 20% dari total aset produksi di Indonesia. Persentase ini adalah persentase kepemilikan NOC terhadap aset domestiknya yang paling rendah di dunia,” ujarnya.
Ia juga memaparkan Data dari BP Statistical Review of Energy bahwa cadangan terbukti minyak di Indonesia terus menyusut, sementara cadangan terbukti gas tahun 2015 adalah 2,6 triliun kubik feet. Dengan laju produksi saat ini, jika tidak ada temuan eksplorasi yang baru, maka cadangan minyak kita akan habis dalam waktu 12 tahun, sementara cadangan gas akan habis dalam waktu 38 tahun. Pertamina meskipun hanya menguasai 20% lapangan berproduksi di Indonesia, akan tetapi memiliki jumlah cadangan terbesar jika dibandingkan operator lain. Penemuan cadangan baru hanya dapat dilakukan apabila aktivitas eksplorasi terus dilakukan.Oleh karena sifatnya yang tidak terbarukan, dibutuhkan kebijakan dan kecerdikan agar suplai kebutuhannya dapat dilakukan secara berkesinambungan tanpa membuat ringkih ketahanan energi nasional Indonesia.
Meskipun saat ini kebutuhan energi primer Indonesia masih didominasi energi fosil yang tidak terbarukan, akan tetapi ke depan pemerintah harus memberi prioritas untuk pengembangan energi non fosil yang terbarukan, agar kesinambungan suplai energi Indonesia dapat berlangsung permanen. “Sehingga tantangan kita sesungguhnya adalah bukan bagaimana masa depan migas, akan tetapi masa depan energi Indonesia,” teganya.
Di akhir acara sidang senat terbuka wisuda sarjana periode genap 2015/2016 Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta, PEPC memberikan bantuan berupa buku yang berjudul “Tanya Jawab Seputar Migas” sebanyak 200 eksmplar untuk para wisudawan dan seluruh civitas akademika Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta.•PEPC