JAKARTA - Penundaan pembangunan Pelabuhan Cilamaya, disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Chairul Tandjung, saat menggelar konferensi pers di Kantor Menko Perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Rabu (20/8). “Pembangunan Cilamaya, kita tunda sampai pemerintah mendatang,” ujar Chairul Tandjung.
Dia menjelaskan Pembangunan Pelabuhan Cilamaya merupakan bagian dari Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), tetap akan dilakukan namun lokasi pembangunan akan diputuskan oleh pemerintah mendatang. “Karena yang saya tahu, Pak Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta berkeinginan seperti itu, mau bangun pelabuhan di tempat yang lain setahu saya, makanya diputuskan untuk ditunda,” jelasnya.
Pembangunan proyek Pelabuhan Cilamaya menurut pengamat energi dan ekonom Darmawan Prasodjo berpotensi merugikan APBN, karena mengancam operasi dan produksi Blok Offshore North West Java (Blok ONWJ) di lepas pantai di kabupaten Karawang. “Karena itu, pembangunan pelabuhan Cilamaya perlu dipertimbangkan lagi,” ujarnya, saat dimintai pandangannya soal pembangunan Pelabuhan Cilamaya, di Jakarta, Selasa (19/8/2014).
Sementara itu, Direktur Hulu Pertamina Muhamad Husen menyatakan jika proyek pelabuhan Cilamaya tetap dibangun di lokasi seperti yang direncanakan saat ini, maka akan mengakibatkan anjungan minyak lepas pantau milik PT Pertamina Hulu Energi harus pindah, “Tentunya akan membuat produksi terhenti,” kata Husen usai memimpin upacara peringatan 17 Agustus di anjungan lepas pantai PHE ONWJ, Minggu (17/8).
Terhentinya produksi PHE ONWJ akan mengakibatkan produksi minyak turun drastis hingga 43.000 barel per hari. Selain itu, pasokan gas ke PT PLN (Persero) untuk dua pembangkit, yakni PLTG Tanung Priok dan PLTG Muara Karang terhenti. Demikian halnya dengan pasokan gas untuk pupuk khususnya ke PT Pupuk Kujang juga terhenti.
“Dari PLN sudah bilang jika gas dari ONWJ terhenti Jakarta gelap gulita. Dari Pupuk Kujang, pasti produksi pupuk turun drastis yang mengakibatkan petani kekurangan pasokan pupuk. Jadi efeknya ke mana-mana,” ungkap Husen.
Husen mengungkapkan, Pertamina sudah menyatakan hal ini ke pemerintah. “Namun pemerintah tetap ingin membangun. Katanya tetap bisa dibangun tanpa harus memindahkan anjungan minyak ONWJ,” terang Husen.
Namun bagi Pertamina, hal tersebut tetap menimbulkan risiko sangat tinggi, karena jaringan pipa di bawah laut Jawa khususnya melintasi perairan ke Pelabuhan Cilamaya sangat banyak.
“Di bawah itu banyak sekali pipa gas dan minyak. Arus di bawah kuat sekali, apalagi angin pada akhir tahun dan awal tahun kencang hingga 20 knot lebih. Kalau kapal besar tersebut jangkarnya terkena pipa, bahaya sekali. Apabila ada angin kencang membawa kapal tersebut menabrak anjungan, lebih bahaya lagi. Bagi kami risikonya tinggi, makanya kami ingin rencana itu ditinjau ulang,” jelasnya.
Blok ONWJ berproduksi sejak 1971 dan saat ini dioperasikan oleh PT Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ. Selain itu, di blok ini terdapat pipa gas Pertamina EP yang memasok ke PT Pupuk Kujang, BBM ke Jabodetabek, serta pembangkit listrik PLN Tanjung Priok dan Muara Karang, serta SPBE Bus TransJakarta.
Produksi gas PHE ONWJ pada tahun 2013 sebesar 200 juta kaki kubik per hari dan PT Pertamina EP sebsar 63 juta kaki kubik per hari. Adapun rata-rata produksi minyak hariannya sebesar 38.300-40.000 barel per hari. Saat ini PHE ONWJ juga menjadi produsen minyak terbesar keempat di Tanah Air, dan memberi kontribusi besar bagi APBN.•IMAMRISMANTO/RUDI/DSU