Pengamat Energi: Indonesia Harus Seimbangkan Perkembangan EBT dan Energi Fosil

JAKARTA - Energi fosil yang tidak bersifat terbarukan masih menjadi primadona untuk menjadi bahan bakar karena harganya yang murah, namun takbisa dipungkiri energi tersebut semakin lama akan semakin menipis keberadaanya. Melihat hal tersebut kalangan pakar energi mengatakan Indonesia harus mulai melirik Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai alternatif energi masa depan.

Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional Moshe Rizal Husin mengatakan, meski EBT tidak murah, namun Indonesia tetap harus menyeimbangkan pengembangan energi fosil dan EBT.

“Faktanya EBT belum menjadi energi yang paling murah saat ini, masih ada batubara, dan migas yang berada di urutan paling murah. Menurut saya harus seimbang, kami semua setuju EBT itu adalah masa depan, sehingga masyarakat, Pemerintah dan swasta harus serius,” katanya.

Meski harus fokus terhadap masa depan EBT, namun Indonesia harus mengembangkan energi fosil yang hingga kini masih digunakan oleh industri dan masyarakat. Caranya dengan eksplorasi area yang memiliki potensi untuk dikembangkan.

“Satu sisi energi fosil harus dikembangkan, karena masih lebih murah dibanding EBT. Cadangan minyak menipis karena tidak eksplorasi. Dari sisi resources Indonesia masih memiliki tiga seperempat cekungan permukaan bumi (basin) yang belum dieksplor. Potensi migas di Indonesia sangat besar tapi memang harus seimbang antara EBT dan fosil. Hal itu dilakukan agar (Indonesia) tidak tertinggal dengan negara lainnya. Harus lebih agresif untuk EBT,” ujarnya.

Senada, Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmi Radhi mengatakan, perlu adanya keseimbangan antara EBT dan energi fosil.

“Saya sepakat perlu adanya keseimbangan pengembangan EBT dan fosil. Kami yakin pada saatnya fosil akan habis karena tidak terbarukan, paradigma bisa berubah bukan lagi penghasil minyak tapi penghasil energi. Sehingga EBT bisa digunakan secara optimal seperti panas bumi, sawit kita sangat berlimpah, panas bumi kita juga terbesar kedua di dunia tapi perkembangannya belum maksimal sampai sekarang. Jadi harus seimbang antara keduanya,” jelasnya.

SVP Strategy & Invesment Pertamina Daniel S. Purba mengatakan, selain meng-upgrade kilang, saat ini Pertamina tengah melakukan eksplorasi di sisi hulu migas. Kendalanya ada pada pencarian area potensi besar dengan memperhatikan sisi resiko.

“Yang kami lakukan sekarang di hulu migas yakni eksplorasi di area baru, kami juga lakukan eksplorasi yang sudah dioperasikan atau step out exploration development. Tantangan selalu ada, kalau dari teknologi sudah familiar, tapi kendalanya kami mencari area-area potensi yang cukup besar dan sisi resiko masih bisa di manage,” tutupnya. *IDK/PW/HM

Share this post