Jakarta – Para praktisi, akademisi dan pakar kelembagaan energi menilai revisi UU Migas menjadi sangat mendesak untuk segera diselesaikan dalam waktu dekat. Salah satu substansi yang harus diatur dalam revisi UU 22/2001 adalah tata kelola kelembagaan Migas. Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah tiga kali melakukan Yudisial Review.
Menurut Pengamat Energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi, revisi UU Migas harus dapat memperkuat posisi Pertamina sebagai National Oil Company (NOC) yang merupakan representasi Negara dalam penguasaan dan pengusahaan lahan Migas. Untuk itu, revisi UU Migas juga harus memberikan privilege kepada Pertamina.
“Pertamina harus diberikan hak utama dalam penawaran lahan migas yang baru, hak utama untuk mengakuisisi partisipasi interest, serta hak utama untuk mengelola lahan yang kontraknya sudah berakhir,” papar Fahmy.
Dalam diskusi bersama insan pers di Cikini, pada (21/11), Fahmy mengatakan, tidak ada alasan bagi DPR untuk kembali menunda penyelesaian revisi UU 22/2001.
“Semakin ditunda penyelesaian revisi UU Migas akan menimbulkan ketidakpastian tata kelola kelembagaan Migas yang dapat dimanfaatkan oleh Mafia Migas,” ungkap Fahmy yang juga mantan Anggota Reformasi Tata Kelola Migas.
Jika sampai dengan akhir 2016 DPR tetap tidak mampu menyelesaikan revisi UU Migas, Fahmy berharap Presiden Joko Widodo sudah seharusnya mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Migas sebagai dasar hukum tata kelola kelembagaan Migas.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Indonesia Parliamentary Center (IPC), Sulastio. “Sektor migas adalah sektor strategis yang rentan ditunggangi oleh kepentingan Mafia Migas. Karena itu, sudah seharusnya proses-proses pembahasannya transparan dan partisipatif,” kata Sulastio.
Sementara itu, Anggota Dewan Energi Nasional, Andang Bachtiar menegaskan, UU Migas yang baru harus mengakomodasi kemudahan-kemudahan negeri ini untuk memperoleh minyak impor, demi menjaga ketahanan energi nasional. Di samping itu, UU Migas juga harus mendorong National Oil Company (NOC) untuk mendapatkan blok-blok Migas di luar negeri dalam rangka mengamankan pasokan Migas ke dalam negeri.
“Produksi Migas dari ladang di luar negeri harus dibawa pulang untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri, seperti yang sudah dilakukan oleh PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (PIEP),” ungkap Andang Bachtiar.•IRLI