JAKARTA- Isu seputar kilang tidak pernah sepi. Mulai dari kapasitasnya, produk-produknya hingga RDMP dan pembangunan kilang baru (New Grass Roots Refinery) menarik perhatian publik. Apalagi dalam situasi dimana Pertamina dituntut harus bisa memenuhi kebutuhan energi (baca BBM) dalam negeri.
Hal itu mencuat saat diselenggarakannya Diskusi Publik “Pengembangan Produk-produk Pengoalahan Pertamina”, Senin (18/5) d Lantai M Gedung Utama Kantor Pusat Pertamina. Acara dibuka oleh Direktur Pengolahan Pertamina Rachmad Hardadi.
Menurut Rachmad Hardadi, banyak riset yang sudah dilakukan Divisi R & D Dit. Pengolahan, dan kini sudah waktunya hasil-hasil riset itu dipublikasikan kepada masyarakat. “Dan pada akhirnya nanti, tidak hanya menjadi suatu hasil riset, insya Allah menjadi jurus-jurus yang bisa dilakukan untuk bisa menghasilkan diferensiasi produk yang lebih ramah lingkungan, lebih berkualitas, dan tentunya lebih ekonomis,” kata Hardadi.
Dan yang paling penting, masyarakat punya pilihan-pilihan terhadap diversifikasi produk yang dihasilkan Direktorat Pertamina.
Hardadi juga mengungkapkan rencana Pertamina meng-upgrade empat kilang sesuai RDMP (Refinery Development Master Plan) dan membangun empat kilang baru (New Grass Roots Refinery, NGRR). Namun dalam jangka waktu pendek ia mengungkapkan rencana Pertamina untuk mengakuisisi dan atau juga merelokasi kilang.
Acara juga diisi dengan presentasi dari Vice President Research & Development (R & D) Pengolahan Eko Wahyu Laksmono bertajuk “Produk Enegi Baru dan Terbarukan Direktorat Pengolahan Pertamina”.
Eko memaparkan, Pertamina tidak hanya menghasilkan BBM saja, tetapi juga siap menghasilkan energi berbasiskan energi baru dan terbarukan. Ia memaparkan beberapa jenis energi baru hasil riset timnya, seperti minyak nabati (algae).
Namun di lain sisi, ia menyayangkan bahwa R & D belum menjadi prioritas di negara kita. Padahal, semua pengembangan energi baru dan terbarukan harus berbasis riset. Ia pun menegaskan bahwa keberhasilan sebuah riset adalah 50 : 50. Artinya, peluang berhasil dan gagalnya bisa sama besar. Ia berharap jika sebuah riset gagal, seharusnya riset itu dilanjutkan, bukan justru ditutup. “Nah, kadang-kadang kita belum bisa menerima kegagalan,” ujar Eko Wahyu.
Setelah itu, talkshow menghadirkan Direktur Pengolahan Rachmad Hardadi, Ast. Dep. Urusan Verifikasi Pengolahan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan Sayid Muhadhar, dan pengurus harian YLKI Tulus Abadi. Talkshow dimoderatori oleh VP Corporate Communication Wianda Pusponegoro.
Di bagian talkshow, Tulus Abadi mengkritisi sikap pemerintah yang tidak konsisten dalam pengembangan energi baru dan terbarukan.•URIP