JAKARTA - Direktur SDM Pertamina, Evita M. Tagor menjadi pembicara dalam seminar internasional “Optimizing Indonesia’s Wealth of Natural Resources for The People”.Seminar berlangsung di Auditorium Profesor Harun Nasution UIN Jakarta, pada 14 November 2013. Dalam kesempatan tersebut Evita memaparkan materi bertema “HR Management: Towards Build Our Leader from Within”, yang antara lain mengupas tentang ruang lingkup bisnis Pertamina serta Manajemen SDM menuju World Class HR selaras dengan Aspirasi Pertamina 2025, menjadi Asian Energy Champion.
Evita menuturkan, capaian peringkat 122 oleh Pertamina dalam Fortune Global 500 dan menjadi satu-satunya perusahaan Indonesia yang berhasil menembus Fortune Global 500 dalam waktu yang lebih cepat, disamping mengejutkan juga menjadi tantangan tersendiri bagi Pertamina dan bagi BUMN lainnya. “Bila kita memiliki visi dan mimpi, kemudian kita bekerja keras untuk mencapai mimpi itu, maka dalam waktu lebih cepat mimpi itu bisa dicapai,” ujar Evita.
Evita juga mengemukakan, bahwa dalam menuju visi yang dicita-citakan, Pertamina melaksanakan transformasi sejak 2007 dan menjalankan roadmap untuk menjadi National Energy Company. Tahapan lima tahun pertama adalah membangun fundamental basic yang kuat di Indonesia, di lima tahun kedua menjadi energy company leader di South East Asia, dan hingga lima tahun ketiga menjadi World Class NEC. “Namun semua harus didukung dengan pengukuran yang baik, efisiensi dan tidak terlepas dari profesionalisme dan reputasi. Disinilah dilakukan yang namanya HR Transformation Scope,” ungkap Evita.
Untuk menjadi World Class Company memang tidak mudah karena diperlukan juga Word Class HR. Untuk itu, Evita menambahkan, di antara strategi yang dilakukan HR Pertamina adalah menetapkan roadmap pengembangan leaders Pertamina dengan carrier path, baik secara struktural maupun spesialis.
Pada kesempatan tersebut Evita juga menekankan perlunya pengembangan jurusan teknik dalam mempersiapkan generasi penerus pengelolaan SDA, karena tidak banyak orang yang bergelar S-2 di bidang teknik. “Oleh Karena itu saya sangat berharap, apabila nanti UIN menelurkan sarjana-sarjan fakultas teknik, maka tolong stick di jalurnya,” harap Evita.
Sementara itu Rektor UIN, Prof. Komarudin Hidayat menyampaikan, UIN telah membuka Fakultas Sumber Daya Alam, untuk memfasilitasi anak-anak pintar yang memiliki minat untuk maju kemudian bisa mengolah sumber daya alam. “Kami ingin santri jadi geologist, santri jadi ahli perminyakan, santri kemudian juga menjadi bagian dari jajaran teknokrat membangun bangsa, sehingga potensi mereka itu lebih tersalur,” ujar Komarudin.
Harapannya, lebih jauh bahwa UIN nantinya disamping memiliki keahlian teknokratik, skill, juga mempunyai komitmen, wawasan dan skill sosial untuk bisa mempererat kohesi bangsa, menjembatani kota dan desa, kemudian bisa membantu bahwa pertambangan itu juga rahmat bagi lingkungannya.
Turut menjadi nara sumber dalam seminar tersebut, Dekan Fakultas Geologi ITB, Staf Kementerian Pertahanan dari Centre of Energy Studies Petroleum Engineering Master Degree Program Trisakti University, Rachmat Sudibjo, President Director Chevron Pasific Indonesia, Ir. Hamid A Batubara, Dekan Fakultas Teknologi Perminyakan dan Pertambangan ITB, DR. Sriwidianto yang juga Ketua Umum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia, serta Professor pada Missouri University of Science & Technology, Samuel Frimpong.
Pada kesempatan tersebut, Ketua penyelenggara seminar, Untung Suryanto, mengatakan, tekanan bagi Pertamina untuk melakukan peran yang lebih besar dalam kegiatan hulu dan hilir migas di masa depan mendapat dukungan publik yang sangat signifikan. Namun demikian mayoritas masyarakat Indonesia belum memahami dengan jelas sifat usaha eksplorasi dan prosduksi migas yang berisiko tinggi.
“Yang pasti, industri migas di Indonesia tidak bisa mengembangkan strategi secara independen dari pengaruh kebijakan pemerintah yang semakin meningkat, karena didorong oleh iklim politik dan kemanan perekonomian negara. Seringkali kebijakan pemerintah yang dihasilkan oleh proses politik belum tentu menghasilkan hasil yang jelas ataupun rasional, saat dimana kesulitan ekonomi semakin berat, maka sulit diprediksi masa depan kegiatan migas Indonesia tanpa menghayati yang secara mendalam akan kompleksnya persoalan yang kita hadapi secara bersama-sama,” ungkap Untung.
Industri SDA, lanjut Untung, baik dari migas dan pertambangan telah menyebabkan perubahan dalam masyarakat dimana industri tersebut beroperasi, perubahan sistemik terjadi sejak tahun 70-an dan telah membuaka era baru dan peluang baru, dalam dunia dimana tenologi dan kebijakan lingkungan hidup berubah begitu cepat. semua yang terlibat di dalamnya perlu berbagi dalam pemikiran yang jernih tentang masa depan, para investor, akademisi, regulator, pemerintah, media dan para pelaku industri harus berkumpul dan berbagi pandangan tentang masa depan Sumber Daya Alam Indonesia sehingga pada satu titik pemahaman yang sama dan bagaimana cara untuk menghadapinya. Untuk itulah UIN Jakarta didukung IATMI, HAGI, IAGI, menyelenggarakan seminar internasional ini untuk menyediakan platform secara terbuka tentang SDA di Indonesia.•IWANRIDWANFAISAL