PEPC & IATMI Bahas Potensi, Pemanfaatan & Tata Kelola Gas Bumi di Indonesia

PEPC & IATMI Bahas Potensi, Pemanfaatan & Tata Kelola Gas Bumi di Indonesia

15-PEPC & IATMIJakarta -PT Pertamina EP Cepu (PEPC) bekerja sama dengan Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) menyelenggarakan sharing knowledge atau luncheon talk IATMI, pada Selasa (11/4) di ruang Banyu Urip-Jambaran, Gedung Patra Jasa. Turut hadir dalam aca­ra tersebut, Ketua Umum IATMI Tu­tuka Ariaji, Direktur Operasi PEPC RP Yudhantoro, Direktur Bisnis Support PEPC Desandri, serta Kepala Divisi Ko­mersialisasi Gas Pipa SKKMigas Waras Budi Santoso.

 

Acara dibuka oleh Ketua Umum IATMI, Tutuka Ariaji, yang mengatakan mulai tahun 2019, penggunaan gas akan menjadi lebih dominan dibandingkan minyak di Indonesia. Namun demikian, yang harus dirumuskan lebih mendalam adalah bagaimaname­manfaatkan potensi gas yang ada di kawasan Indonesia Timur untuk kebutuhan domestik, pembangunan in­dustri, dan listrik untuk masyarakat di se­kitar sana.

 

Sementara itu, Direktur Operasi RP Yudhantoro menjelaskan, dari blok Cepu sudah terbukti ada sumber gas terdapat di Jambaran-Tiung Biru (JTB), Cendana, dan Alas Tua East. “Semoga melalui sharing ini kita memperoleh pencerahan sehingga lebih memahami bagaimana pengelolaan sum­ber gas dari hulu hingga ke hilir,” ujarnya.

 

Menurutnya, fungsi sub surface se­bagai ujung tombak paling hulu harus lebih mengetahui pemanfaatan dan tata kelola, termasuk masalah non teknis yang harus diperhitungkan pada saat akan menentukan atau memilih rencana pengembangan gas. “Dengan demikian, jika pekerjaan proyek di JTB mengalami keterlambatan maupun kendala, maka seluruh fungsi yang terkait dapat lebih memahami semua aspek penyebab keterlambatan tersebut, sehingga antisipasi dapat dilakukan sejak awal,” tegasnya.

 

Dipandu Yudi Herlambang, acara diisi oleh Kepala Divisi Ko­mersialisasi Gas Pipa SKKMigas Waras Budi Santoso. Pemaparan dimulai dengan menjelaskan ca­dangan migas di Indonesia, baik yang sudah terbukti dan yang potensial. Ter­masuk beberapa proyek besar dan strategis hulu migas yang on going future adalah: Jangkrik, Kepodang, JTB, Madura, Donggi Senoro, IDD, Tangguh, dan Abadi.

 

Menurut Waras Budi Santoso, pe­ngembangan lapangan gas membutuhkan waktu yang lebih lama, dan keekonomian lapangan  gas ditentukan oleh condition factor complexity, cost structure, dan field economic yang berujung pada kontrak kerja sama.

 

Menurutnya, realisasi pemanfaatan gas bumi di Indonesia ada peningkatan rata-rata 9% sejak 2003 sampai dengan 2015. Di 2016 kebutuhan domestik lebih besar dibandingkan ekspor dengan porsi 58% penyaluran gas kepada domestik. “Bagian terbesar alokasi gas domestik digunakan untuk keperluan industri, kelistrikan, dan pupuk, yaitu rata-rata 58% dari total alokasi gas,” ujarnya.

 

Waras menambahkan, kebutuhan energi terpusat di pulau Jawa, sementara cadangan gas besar terletak di luar pulau Jawa sehingga kebutuhan akan infrastruktur sangat tinggi untuk mengatasi gap antara pasokan dan cadangan. Saat ini infrastruktur gas di Indonesia sedang dalam tahap pembangunan, pipa transmisi dan terminal LNG adalah infrastruktur kunci untuk membawa gas dari sumber menuju konsumen.

 

Secara garis besar, kondisi gas bumi di Indonesia saat ini cadangan gas di wilayah bagian Barat sudah mulai menurun, sedangkan penemuan cadangan gas besar berada di Indonesia bagian Timur. Kebutuhan gas domestik lebih besar di­banding suplai gas dari hulu (kondisi neraca gas 2015), sehingga kebijakan impor gas di masa depan perlu dipikirkan saat ini. Infrastruktur distribusi yang be­lum terintegrasi sehingga diperlukan pem­bangunan yang dapat meningkatkan efek­tivitas pemanfaatan gas dengan skema LNG. 

 

Oleh sebab itu, ia memberikan reko­mendasi perbaikan di masa mendatang seperti pemanfaatan gas bumi sebagai lokomotif penggerak ekonomi nasional dapat menjadi tujuan bersama.•RY

Share this post