JAKARTA – Catatan kinerja perusahaan hingga kuartal III 2015, disampaikan jajaran Diretur Utama Pertamina Dwi Soetjipto, didampingi jajaran Direksi pada Kamis (22/10), di Kantor Pusat Pertamina. Dalam kesempatan tersebut, Dwi menyampaikan tantangan berat industri migas global masih terus berlanjut dengan masih relatif rendahnya harga minyak mentah dunia, menjadi tantangan bagi perusahaan migas termasuk di Indonesia.
Tantangan yang dihadapi oleh perusahaan migas di Tanah Air, dimana selain pengaruh harga minyak mentah (Indonesian Crude Price) yang turun, tekanan juga disebabkan oleh depresiasi rupiah yang cukup tajam dan mencapai rekor terendahnya tahun ini pada kuartal III 2015.
Namun demikian, untuk menghadapi hal tersebut, Pertamina, tutur Dwi, terus fokus dalam mengimplementasikan 5 pilar strategi prioritas perusahaan. Yaitu pengembangan sektor hulu, efisiensi di semua lini, peningkatan kapasitas kilang dan petrochemical, pengembangan infrastruktur dan marketing, serta perbaikan struktur keuangan. Beberapa proyek-proyek investasi dapat tuntas dan mulai memberikan pendapatan bagi perusahaan, seperti produksi migas Senoro Toili, Lapangan Banyu Urip, PLTP Kamojang 5, dan Kilang LNG Donggi-Senoro.
“Implementasi 5 pilar strategi prioritas secara konsisten cukup membuahkan hasil kendati situasi eksternal perusahaan saat ini tidak dalam kondisi yang tidak begitu baik. Hingga kuartal III 2015, Pertamina sangat bersyukur dapat mengatasi tantangan-tantangan tersebut dimana mencatatkan Laba bersih sampai dengan akhir September 2015 mencapai US$ 914 juta dan EBITDA Margin perusahaan berada pada tren positif ,” terang Dwi.
EBITDA sebagai salah satu indikator kesehatan perusahaan tercatat mencapai US$ 3,55 miliar dengan tren positif pada EBITDA margin. Sementara itu, pendapatan Pertamina hingga kuartal III mencapai US$ 32 miliar atau lebih rendah sekitar 42% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal tersebut disebabkan oleh penurunan harga minyak mentah dan depresiasi rupiah terhadap dolar.
Dwi melanjutkan Pertamina terus berinvestasi dengan realisasi hingga akhir September 2015 sebesar US$ 2,5 miliar di mana 78% diantaranya adalah investasi hulu migas. Besaran investasi terbesar kedua adalah di sektor pemasaran sekitar 9% yang digunakan untuk pengembangan storage. Selanjutnya, bisnis gas dan EBT berkontribusi sekitar 7,4% yang dialokasikan untuk pengembangan infrastruktur gas di Tanah Air.
“Untuk infrastruktur pengolahan investasi fisik, utamanya RFCC sudah 100% terlaksana. Kami dalam waktu dekat akan melakukan Head of Aggreement dengan para mitra untuk Refinery Development Masterplan Program (RDMP) di Kilang Balikpapan dan Kilang Cilacap dengan investasi total untuk keduanya diperkirakan sekitar US$ 10 miliar,” kata Dwi.
Pertamina juga terus menggenjot penyelesaian investasi di infrastruktur hilir gas dan BBM. Saat ini, Pertamina sedang menyelesaikan proyek pipa gas Belawan-KIM-KEK, Muara Karang - Muara Tawar - Tegal Gede, Gresik - Semarang, Porong - Grati, dan Cirebon - Semarang. Untuk infrastruktur hilir BBM, Pertamina sedang proses pembangunan Terminal BBM Pulau Sambu dan TBBM Tanjung Uban.
Adapun, investasi hulu difokuskan pada proyek pengembangan gas Matindok dan juga pengembangan WMO terntegrasi. Pertamina juga sedang menggarap proyek PLTP Ulubelu 3 & 4 yang ditargetkan tuntas dan beroperasi pada tahun 2016.
Pertamina juga terus melakukan efisiensi sebagai manifestasi 5 Pilar Prioritas Strategis perusahaan. Efisiensi Pertamina terdiri dari dua hal, yaitu efisiensi pada biaya operasi dan efisiensi yang timbul dari pelaksanaan Breakthrough Project 2015.
Untuk efisiensi biaya operasi, saat ini telah mencapai US$1,15 miliar atau masih on track sesuai target perusahaan untuk melakukan efisiensi sekitar 35% dari biaya operasi. Adapun, impact finansial yang ditimbulkan dari pelaksanaan Breakthrough Project 2015 telah mencapai US$ 430,77 juta atau 119% terhadap target para periode berjalan.
Sentralisasi pengadaan non hidrokarbon telah menyumbang efisiensi sebesar US$ 89,55 juta, sentralisasi pengadaan hidrokarbon di ISC sebesar US$ 103 juta, dan cash management sebesar US$20,45 juta. Efisiensi terbesar adalah berasal dari upaya insan Pertamina melakukan tata kelola secara ketat pada arus minyak yang menyumbang efisiensi sebesar US$ 209,97 juta.•RA/RILIS