JAKARTA -- Pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) mulai dikembangkan oleh berbagai negara. Tak hanya menjadi energi alternatif, tapi EBT digadang-gadang bisa menjadi sumber energi utama. Apalagi di Indonesia yang memiliki banyak potensi energi baru terbarukan. Bahkan pemerintah telah menetapkan bauran EBT sebesar 23% pada tahun 2025 dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
Hal tersebut disampaikan Direktur Utama Pertamina Massa Manik saat menjadi salah satu pembicara dalam seminar terbatas tentang Pengembangan Energi Baru Terbarukan yang diadakan oleh Fakta.News di Hotel Ayana, Jakarta, Senin (4/12/2017).
Massa menyadari, Pertamina berperan penting dalam pencapaian target bauran EBT tersebut. Apalagi sekarang industri migas dunia mulai sulit menemukan cadangan energi fosil.
"Jika berbicara EBT saat ini, dinamika bisnis EBT di luar negeri berkembang cepat. Contohnya Jepang yang berhasil mengembangkan EBT dengan melakukan efisiensi energi fosil dan meningkatkan peran EBT," ujarnya.
Untuk pengembangan EBT di dalam negeri, menurutnya, membutuhkan konsistensi. "Karena kita masih terkendala di teknologi dan investasi," ungkap Massa. Namun demikian, ia memastikan Pertamina terus melakukan berbagai upaya untuk mengembangkannya dengan teknologi baru.
Salah satu akselerasi perkembangan teknologi untuk ketersediaan EBT, Pertamina bekerja sama dengan Marubeni Corporation dan Sojitz Corporation telah menandatangani perjanjian jual beli listrik dengan PLN untuk PLTGU Jawa 1 dan akan menyuplai energi sekitar 8,409 GWh setiap tahun selama 25 Tahun.
Sementara itu, Dr Ir Hammam Riza selaku Deputi TIEM-BPPT menyampaikan, energi terbarukan harus dikembangkan karena energi fosil makin terbatas. Indonesia juga telah mengeluarkan kebijakan transisi energi (teknologi bersih rendah karbon) serta memanfaatkan beberapa potensi EBT yang dimiliki salah satunya melalui potensi geothermal.
"Pemerintah sudah berkomitmen untuk mengambil bagian dalam Paris Agremeent seperti yang tertuang dalam UU No 16 tahun 2016 Tentang Pengurangan emisi sebesar 29%. Diharapkan, pemerintah juga bisa mendukung Pertamina dalam perkembangan energi terbarukan. Karena sinergi antar pemangku kepentingan adalah kunci pengembangan EBT guna mencari peluang skema investasi terbaik," ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga diharapkan bisa berperan dalam menyiapkan kebijakan yang kondusif agar industri EBT bisa berkembang, baik untuk memenuhi sasaran pengembangan ekonomi maupun sasaran lingkungan hidup dan perubahan iklim.
Sementara itu, Ir Tri Mumpuni dari Institut bisnis dan Ekonomi kerakyatan- IBK memaparkan pengembangan EBT dengan microhydro di daerah terpencil adalah dengan memanfaatkan teknologi dan sumber daya lokal yang bisa menjadi supporter dan masukan bagi perkembangan energi alternatif.
Kegiatan ini diharapkan bisa memberikan manfaat dan menjadi referensi bagi berbagai pihak yang berkepentingan dalam perkembangan energi terbarukan dalam aspek investasi, regulasi dukungan pemerintah, perkembangan teknologi dan menetapkan pengembangan EBT yang sesuai dengan potensi sumber alam yang dimiliki.*RINA/FT. KUN