Jakarta – Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya menyatakan kesiapan Pertamina, sebagai BUMN dalam mendukung program pemerintah dalam mengonversi BBM ke BBG. Pembangunan SPBG ditaksir bisa menekan impor sekaligus subsidi BBM, serta mengurangi tingkat polusi.
Hanung menuturkan, SPBG akan dibangun dengan cara menempel pada SPBU yang sudah ada. Pertamina akan menambahkan fasilitas pengisian berupa dispenser, kompresor, pengering dan fasilitas lainnya, sehingga tidak memerlukan lahan.
Model tersebut dinilai meminimalkan hambatan pembangunan SPBG, seperti pembebasan lahan dan perizinan, sehingga pembangunan SPBG bisa lebih cepat dan murah. Diperlukan investasi per unit sebesar Rp10 miliar.
Terhitung saat ini, jumlah SPBU yang dimiliki Pertamina sekitar 5.000 SPBU di seluruh Indonesia, sekitar 3.000 lebih diantaranya berada di Pulau Jawa dan Bali. Hanung mengatakan bahwa akan disiapkan 5 persen dari SPBU di Jawa-Bali ditambah fasilitas pengisian BBG, jadi bakal ada 150 SPBG dalam satu tahun.
“Tidak ada badan usaha lain yang lebih siap dibanding Pertamina untuk menjalankan program ini,” tegas Hanung, di SPBU Kuningan, (24/9).
Demi suksesnya program ini, Pertamina siap berinvestasi Rp 1,5 triliun dengan target pembangunan 150 SPBG dalam setahun. Dana tersebut berasal dari internal perseroan dan dividen. Hanung juga mengusulkan agar setoran dividen Pertamina dikurangi.
Tahun lalu, Pertamina menyetorkan dividen kapada negara sebesar Rp 9 triliun. Jika dikurangi 1,5 triliun saja untuk SPBG, menurut Hanung, pemerintah akan banyak mendapat penghematan. Hal tersebut dikarenakan konsumsi BBM turun sebab beralih ke BBG yang tidak bersubsidi. Ketersediaan SPBG yang memadai bisa menarik minat masyarakat untuk beralih dari BBM.
Hanung menjelaskan, program ini perlu dilakukan serentak untuk mengakomodasi pergerakan masyarakat pengguna kendaraan bermotor. Idealnya, konversi dilakukan di seluruh Jawa-Bali.
Pertamina juga akan memanfaatkan SPBU COCO dan farm in pada SPBU swasta yang dilibatkan dengan mengubahnya menjadi SPBU CODO. Selain itu, yang perlu dilakukan demi jalannya program ini adalah ketersediaan converter kit serta kesiapan bengkel instalasi yang harus banyak.
Menurut Hanung, Pemerintah dapat memberikan insentif kepada produsen kendaraan yang memproduksi kendaraan berbahan bakar gas. Pemerintah daerah pun perlu mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan semua angkutan umum dan taksi untuk menggunakan gas. Demikian juga dengan harga gas yang perlu dinaikkan agar para investor tertarik.
“Idealnya harga bahan bakar gas dipatok pada level Rp 4.500 sampai dengan Rp 5.500 per liter setara Premium,” kata Hanung.
Bila hat-hal tersebut sukses dilakukan, program konversi akan berjalan lancar. “Dengan benefit dari selisih harga, insentif penurunan pajak kendaraan, kemudahan memperoleh converter kit, baik kredit maupun kerja sama dengan bank, margin pengusaha SPBU bagus, kami yakin program ini pasti jalan,” diakui Hanung. Program konversi mengacu pada keberhasilan pengalihan minyak tanah ke Elpiji.•SAHRUL