Pertamina Targetkan Kapasitas Kilang 2,5 Juta BPSD pada 2030

Pertamina Targetkan Kapasitas Kilang 2,5 Juta BPSD pada 2030

X 5-VPCOMPRES CONJAKARTA – Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Puspo­ne­goro menargetkan produksi BBM nasional dapat ter­penuhi oleh kilang milik Ne­gara  sebelum tahun 2030. Kapasitas kilang nasional dinilai mampu mencapai 2,5 juta BPSD (Barrels Per Stream Day) secara aktual pada ta­hun 2030. Menurutnya, target ini harus tercapai untuk memenuhi tren pertumbuhan konsumsi energi nasional yang terus meningkat dan juga konsumsi BBM nasional yang saat ini telah mencapai sekitar 1,6 juta barel per hari.

 

Wianda meyakini tar­get tersebut mampu ter­capai dengan adanya du­kungan program Refining Development Master Plan (RDMP) untuk kilang Pertamina di Balikpapan, Cilacap, Balongan, dan Du­mai, serta penambahan kilang baru di Tuban dan Bontang dalam program New Grass Root Refinery (NGRR) yang saat ini sedang berjalan.

 

Untuk RDMP Kilang Ba­lik­papan, Wianda menje­laskan, saat ini Pertamina sedang melakukan proses pem­bangunan untuk warehouse kilang serta apartemen se­bagai tanda awal proyek yang akan selesai di tahun 2019.

 

“Kita masih berfokus dulu pada proyek-proyek yang bisa dipercepat. Salah satunya yang sedang kita kerjakan, adalah Kilang Balikpapan. Kita sudah melakukan relokasi yang nanti digunakan untuk warehouse Pertamina, untuk peralatan upgrading kilang.  RDMP Balikpapan ini kita harapkan bisa selesai di tahun 2019, yang kemudian, akan ada penambahan hingga se­kitar 200.000 barel per hari,” terangnya, saat Media Gathering di Jakarta, (28/4).

 

Wianda juga menjelaskan, Pertamina saat ini se­dang me­nyelesaikan pem­ben­tukan Joint Venture (JV) de­ngan Saudi Aramco untuk pe­ngem­­­bangan kilang di Ci­lacap yang ditargetkan selesai pada 2022.

 

 

Perkuat INFRASTRUKTUR Distribusi BBM di Papua

 

Terkait belum meratanya infrastruktur distribusi BBM dan kondisi geografis yang sulit dijangkau di Papua,  Wianda mengatakan, Pertamina sedang berusaha membuat bagaimana harga BBM bagi masyarakat Papua dapat lebih bersahabat.

 

“Masalah ini tidak bisa diselesaikan oleh Pertamina sendiri. Kita memerlukan dukungan pemerintah dae­rah maupun pusat, agar da­pat mengatur harga yang lebih bersahabat untuk masya­rakat,” ujarnya.

 

Menurutnya, permasa­lahan seperti harga BBM melonjak tinggi hingga Rp. 80.000,- per liternya, bukan berasal dari line distribusi resmi milik Pertamina seperti APMS (Agen Premium Minyak Solar), SPBU, SPBN (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan), maupun SPDN (Solar Packed Dealer Nelayan) yang ada. “Kita berharap Pemprov dan Pemda dapat mengawasi berapa harga BBM yang ada di eceran,” tambah Wianda.

 

Namun demikian, Per­tamina merasa tertantang untuk dapat memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi masyarakat Papua tersebut. Wianda mengatakan, Pertamina saat ini sedang menyiapkan solusi-solusi alternatif seperti penggunaan pesawat angkut khusus BBM, pembangunan APMS baru di daerah peme­kar­an, pembangunan sto­rage di daerah yang sulit dijangkau, maupun mengim­plementasikan sub penyalur di daerah yang jauh dari APMS di Papua.•Starfy?DIANTI

Share this post