JAKARTA - Direktur SDM Pertamina, Evita M. Tagor menjadi narasumber dalam CHRO Forum, di Ballroom Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, pada (18/11). Acara yang digelar Kompaskarier.com bekerja sama dengan GML Performance Consulting serta One HR Indonesia ini mengangkat tema “Business and HR Transformation Facing 2015 Free Trade Competition”, berlangsung 18 hingga 19 November 2013.
Pada sesi bertajuk Leadership that Brings Success for Indonesian Future Leaders to Prepare for AFTA (Cross Culture Leadership), dibahas tentang jenis kepemimpinan dan kompetensi yang bisa diterapkan, juga memahami bagaimana mempersiapkan pemimpin masa depan serta mempersiapkan korporasi untuk menjadi perusahaan pilihan. Direktur SDM Pertamina, Evita M. Tagor menjadi pembicara bersama dengan CEO Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, CEO Kompas Gramedia, Agung Adiprasetyo, City Country Officer Citibank Indonesia, Pambudi Sunarsihanto, Chairman Indonesian Mining Association, Muliawan Margadana. Diskusi dipandu moderator dari Lutan Edukasi, Ivan Sasmita.
Evita M. Tagor dalam paparannya antara lain menyampaikan capaian Pertamina pada ranking 122 dan menjadi satu-satunya perusahaan Indonesia yang menembus Fortune Global 500, sebagai keberhasilan yang patut disyukuri bersama. Pencapaian tersebut, menurut Evita tidaklah mudah. “Karena pembangunan karakter SDM Pertamina harus mengubah mindset dari birokrat menjadi entrepreneur, dari semua disediakan menjadi inovatif, dari semuanya main sendiri sekarang kompetisi, dan itu tidak mudah,” terang Evita.
Selanjutnya Evita menggambarkan di Pertamina sendiri terdapat empat generasi pekerja yang berbeda. Generasi pertama adalah baby boomers sampai dengan yang terakhir dikenal sebagai Gen-Y Generation. Karena itu, penanganan masing-masing generasi tersebut pun berbeda-beda. “Perubahan kita lakukan sejak 2006 dengan transformasi, dimana semua mindset diubah. Setiap individu sekarang memiliki Key Performance Indicator (KPI). Ini memang mengejutkan semua orang. Sekarang seluruh kinerja pekerja diukur, kalau memang tidak perform, minggir, akan diganti yang lain,” tegas Evita sambil menggambarkan bahwa kini Pertamina pun telah melebarkan sayap keluar negeri.
Jadi, perusahaan dituntut mampu menyiapkan, bukan hanya leadership-nya tapi juga capability. “Ini yang coba kita bangun. Tahun lalu kita meresmikan Pertamina Corporate University, untuk memenuhi kebutuhan kapabilitas di dalam,” ungkap Evita. Disamping membangun kerja sama dengan universitas, Pertamina juga mendidik kapabilitas di dalam agar bisa bersaing. Membangun kepercayaan diri, kemampuan dan keberanian negosiasi dalam dunia bisnis yang kompetitif.
Evita juga menjelaskan proses regenerasi di Pertamina tidak “urut kacang”. Semua berdasarkan KPI dan proses assesment. Sehingga fenomena terjadi sekarang generasi 30-an tahun dapat memimpin orang-orang dari generasi 45-48 tahun.
Dalam sesi diskusi tersebut disimpulkan, faktor paling penting dan diperlukan organisasi dalam menghadapi perdagangan bebas adalah kepemimpinan yang baik agar dapat mendorong era keterbukaan menguntungkan semua. Termasuk penyesuaian budaya dan pengelolaan kompetensi dari talent-talent yang dimiliki. Harapannya, perusahaan-perusahaan Indonesia bisa lebih kompetitif dan bisa masuk ke dunia bisnis global dengan lebih baik.•IWANRIDWANFAISAL