MEDAN – Warga kota Medan setiap harinya memproduksi sekitar 2.000 ton sampah. Dikutip dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Medan, tempat pembuangan akhir (TPA) tak lagi mampu menampung sampah dalam empat tahun ke depan. Itu jika tidak dilakukan pengelolaan sampah lewat Reuse, Reduce dan Recycle (3R).
Pengelolaan sampah melalui program Ecobrick, merupakan salah satu solusi 3R. Inilah yang diusung Pertamina dalam perhelatan 9th Indonesia Climate Change Forum & Expo (ICCFE) 2019 di Santika Premiere Dyandra Hotel & Convention Medan. Ajang tahunan ini menampilkan program edukatif, kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, produk yang ramah iklim serta inovasi teknologi dalam hal mengurangi emisi karbon.
Pada pembukaan ICCFE Kamis (5/9), Unit Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Markering Operation Region (MOR) I Roby Hervindo menyampaikan, program Ecobrick dilaksanakan TBBM Instalasi Medan Group (IMG) sejak Agustus 2018.
"Pada prinsipnya Ecobrick adalah mengolah sampah plastik menjadi bata ramah lingkungan. Dengan botol plastik yang diisi sampah padat, dimanfaatkan untuk membuat blok bangunan," jelas Roby. Saat ini warga lingkungan 24 dan 25 Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan tengah membangun satu rumah dari bahan Ecobrick.
Pada kesempatan itu, Wakil Gubernur Sumatera Utara, Musa Rajekshah yang mengunjungi anjungan Pertamina menyampaikan apresiasinya. "Kalau nanti sudah berdiri rumah Ecobricknya, kabarkan pada saya," ujar Musa.
Setahun sejak diinisiasi, warga lingkungan 24 dan 25 telah berhasil membuat 1.752 botol Ecobrick. Jumlah ini setara dengan 438 kg sampah plastik.
Ecobrick hasil olahan sampah plastik tersebut sudah dimanfaatkan untuk membuat gapura di Lingkungan 24 dan Posyandu Kelurahan Belawan Satu. Selain itu, Ecobrick juga dikreasikan menjadi meja dan kursi.
Ecobrick juga telah dipesan oleh taman baca dan puskesmas di Lingkungan 24. Ke depan, pengelolaan sampah non organik via Ecobrick akan diperluas. Ditambah dengan pengelolaan sampah organik.*MOR I