Peta Setahun Kinerja PHE NSB dan NSO

Peta Setahun Kinerja PHE NSB dan NSO (1)

Untitledtu -1Jakarta - Krisis harga crude di pasar dunia yang terjadi sejak pertengahan 2014 lalu mendorong semua perusahaan minyak dan gas bumi (migas) untuk meningkatkan efisiensi baik anggaran investasi maupun biaya operasi. Menghadapi kondisi tersebut, PT.Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai salah satu anak perusahaan PT. Pertamina (Persero) yang bergerak di bidang hulu migas terus berbenah diri, utamanya dalam mencari berbagai terobosan dan inovasi agar mampu bertahan dari hantaman badai krisis dimaksud. “Dalam masa krisis seperti sekarang ini, kita tidak hanya dituntut untuk bekerja keras, berpikir cerdas, dan ikhlas semata namun perlu lebih kreatif dalam menggali dan menciptakan berbagai peluang baru dengan tingkat efisiensi tinggi,” demikian ucap Direktur Utama PHE, Gunung Sardjono Hadi dalam berbagai kesempatan.

 

Menyambut apa yang disampaikan oleh Dirut PHE, itu maka jajaran PHE North Sumatra B (NSB) Block  dan PHE North Sumatra Offshore (NSO) Block yang baru bergabung dengan PHE sejak 1 Oktober 2015 terus melakukan upaya peningkatan efisiensi di segala lini, supaya mampu bertahan serta tumbuh berkelanjutan. “Menindaklanjuti arahan Dirut PHE agar bekerja cerdas dan lebih efisien, PHE NSB dan PHE NSO berhasil menekan anggaran hingga sekitar US$ 35 juta,” papar Adi Harianto, General Manager PHE NSB dan PHE NSO. Menurut Hadi, kesuksesan tersebut didapat dari renegosiasi nilai kontrak dengan vendor berdasarkan fakta kondisi iklim industri migas saat ini, diskusi dengan SKKMigas agar dapat dilakukan penundaan dan pengurangan kewajiban di akhir masa kontrak, serta pengurangan kegiatan yang tidak berkaitan langsung dengan produksi. “Re-evaluasi kegiatan yang direncanakan pada 2016 untuk menentukan prioritisasi dan peringkat dari kegiatan-kegiatan yang sudah disetujui, sehingga kami dapat menunda aktivitas yang tidak critical dan berdampak besar terhadap penghematan anggaran,” imbuh Adi.

 

Lebih lanjut Hadi manembahkan, strategi yang ditempuh jajaran PHE NSB dan PHE NSO ternyata ampuh dalam menjaga dan menyiasati dinamika operasi di aset sepuh kedua blok tersebut. Dari sisi kinerja, blok-blok itu berkontribusi signifikan terhadap capaian angka produksi PHE. Hingga Triwulan ke-III/2016 produksi minyak kedua blok dimaksud sebesar 1.789 barel minyak per hari (BOPD) atau 162 % dari target, produksi gas 115,07 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD) atau 73% dari target, dan kondensat sebanyak 2.072 barel kondensat per hari (BCPD), atau 156,8% dari target. “Kondensat melebihi target karena ada perbaikan system pemisahan kondensat dari gas (Condensate Recovery Unit / CRU) dan pembersihan pipa produksi (pigging) di NSO-A,” terang Hadi.

 

Terkait dengan raihan produksi kondensat setinggi itu, Hadi mengatakan karena keberhasilan inovasi dalam reaktivasi CRU dengan cara memasang unit redundant pada suction strainer dan kontrol otomatis untuk level kontrol tangki-tangki penampung air terproduksi. Pengaktifan kembali CRU tersebut, telah memberikan tambahan produksi kondensat sebesar minimal 240 BCPD, sejak Maret 2016 sampai sekarang. “Inovasi ini hanya mengeluarkan biaya tidak sampai US$ 10 ribu,” tambah Adi.

 

Selain itu, produksi di NSB naik dengan cara menurunkan tekanan flowline yang semula 30 psia ke 25 psia. Kapasitas produksi NSB dan NSO lebih besar dari kebutuhan pasar saat ini, sehingga perlu dilakukan strategi memaksimalkan produksi Arun di NSB karena mempunyai kandungan kondensat (CGR) lebih besar. “Berhubung gas dari Lapangan NSO-A termasuk dry gas maka produksinya pun sebagai swinger saja. Yakni, berproduksi hanya untuk melengkapi kekurangan Lapangan NSB dalam memenuhi kebutuhan pasar,” ucap Adi.

 

“Selaku corporate citizenship, PHE NSB dan PHE NSO terus mengembangkan langkah-langkah untuk mastikan kesinambungan operasi yang berdampingan harmonis dengan lingkungan, terutama dengan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, kami aktif melakukan program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP),” ujar Adi. Program tersebut masih melanjutkan dan memperkuat program-program yang dijalankan oleh ExxonMobil Indonesia selaku operator sebelumnya dengan fokus utama pada bidang pendidikan, kesehatan masyarakat, pengembangan ekonomi lokal, dan pembangunan infrastruktur. “Anggaran TJSP PHE NSB dan PHE NSO 2015, lalu berjumlah US$ 470.500,- yang terserap hingga 94%.  Sedangkan anggaran TJSP sepanjang 2016, ini sebesar US$ 276.000,- yang pelaksanaan program-programnya masih sedang berjalan hingga akhir tahun.

 

PHE NSB dan NSO berusaha merevitalisasi dan menaikkan produksi dengan seefisien mungkin tanpa mengeluarkan biaya capital. Hal ini dilakukan karena perpanjangan Blok yang akan berakhir pada 2018 masih dalam proses dan kebutuhan pasar dibawah kemampuan produksi yang ada. PHE NSB dan PHE NSO telah mencapai 1,2 juta jam kerja tanpa celaka (incident free manhours) sejak 1 Oktober 2015. “Warisan budaya kerja  dan pengelolaan HSSE oleh operator lama yang berkualitas dunia hingga saat ini telah begitu melekat dalam keseharian pekerja PHE NSB dan PHE NSO. Karena itu, kami tinggal menjaga dan merawat semaksimal mungkin agar tidak kendor,” pungkas Adi menutup pembicaraan.

 

Blok NSB terletak di daerah Aceh Utara, dikelola oleh Mobil Exploration Indonesia Incorporation (MEII), sementara Blok NSO berlokasi di kawasan lepas pantai Bireun, Lhoukseumawe (Aceh Utara), dan Aceh Timur dengan operator Exxon Mobil Oil Indonesia Incorporation (EMOI). Blok B mulai berproduksi pada 1977  dengan puncak produksi 3.400 MMSCFD. Sedangkan Blok NSO mulai berproduksi sejak 1996 dengan puncak produksi 400 MMSCFD. Produksi utama kedua blok ini berupa gas dan kondensat yang menjadi feedstock kilang LNG PT. Arun NGL, ketika kilang LNG tersebut masih beroperasi sejak 1978 sampai 2014.• DIT. HULU

Share this post