Poleng Field : Giat Mencari Kiat Produksi Sehat

Poleng Field : Giat Mencari Kiat Produksi Sehat

20- HULU CORNER Personel Basket To PPPJakarta – Terpaan badai krisis harga minyak mentah di pasar dunia mulai pertengahan 2014 masih berlangsung hingga sekarang. Baik para pakar maupun analis pasar belum mampu menakar secara jitu bila badai harga itu akan berlalu. Hal tersebut menjadi kendala serius setiap korporasi yang bergerak di bidang hulu minyak dan gas (migas) untuk berinvestasi. Banyak perusahaan justru melakukan re-orientasi dan re-kalkulasi portofolio bisnisnya. Dalam dinamika pasar demikian, Direktorat Hulu bersama anak-anak perusahaan bidang hulu Pertamina (APH) mengaji ulang langkah-langkah kebijakan strategis yang berdampak pada upaya menjaga peningkatan produksi dan mempertahankan pertumbuhan berkelanjutan (sustainable growth). Untuk itu, diperlukan kreatifitas dalam mencari berbagai terobosan dan inovasi, baik pada tataran investasi maupun operasi yang mampu memberikan solusi dengan tingkat efisiensi tinggi. “Supaya tetap survive dalam turbulensi pasar crude dunia, kita harus mengubah mindset lama yang memproduksikan migas dengan cara at any cost. Kita, perlu menentukan skala prioritas, program mana yang akan dieksekusi terlebih dahulu. Pertimbangannya, tentu yang memiliki peluang tinggi, serta berpotensi cepat menuai laba untuk terus tumbuh berkelanjutan,” tegas Direktur Hulu Pertamina, Syamsu Alam dalam berbagai kesempatan.

 

Kebijakan yang diambil oleh Direktur Hulu tersebut, menjadi acuan seluruh APH ketika menyusun RKAP, terutama dalam merancang skenario pencapaian target produksi, salah satunya adalah PT Pertamina EP (PEP) yang sebagian besar asset produksinya merupakan lapangan tua.  Di antara asset-asset produksi PEP, yang terus dengan giat mencari berbagai kiat dan inovasi agar produksi tetap sehat adalah PEP Asset 4 Poleng Field. Dengan metode optimalisasi system gas lift di setiap sumur produksi, pada 2016 lalu Poleng Field mampu memproduksi minyak sebanyak 2.858 barel minyak per hari (BOPD) atau 100,5% dari target RKAP 2016 (2843 BOPD). Sementara produksi gas sebanyak 5,45 juta kaki kubik gas perhari (MMSCFD) atau 126,3% terhadap RKAP 2016 (4.32MMSCFD). 

 

“Pertimbangan pemilihan metode gas lift pack off (GLPO) berdasarkan atas faktor efektivitas, karena Poleng Field merupakan ladang migas offshore yang menggunakan gas lift sebagai artificial lift,” ujar Charles P. Siallagan, Field Manager Poleng. Menurut Charles, penggunaan optimalisasi system gas lift dimulai dengan pengukuran tekanan static sumur, kemudian dilanjutkan dengan resetting kedalaman titik injeksi atau mengubah port size orifice gas lift valve (jika diperlukan), dan optimasi rate gas injeksi serta meminimalkan back pressure di kepala sumur.

 

Lebih lanjut Charles menjelaskan bahwa GLPO adalah teknologi yang dapat diterapkan pada sumur gas lift untuk mendapatkan setting kedalaman valve injeksi yang sesuai. Didahului dengan pengukuran tekanan, evaluasi untuk menentukan kedalaman titik injeksi, melubangi tubing (tubing punch), dan selanjutnya setting GLPO. Mengingat kebijakan efisiensi biaya maka operasi perawatan sumur lewat cara mendesain ulang gas lift valve dengan sistem cabut rangkaian tubing sedapatnya dihindari, atau menjadi alternative pilihan terakhir. Sebab, memakan biaya tinggi, waktu, dan akan berpengaruh pada kinerja reservoir. “Karena itu, sangat diupayakan agar tidak melakukan pekerjaan killing wells,” aku Charles mengurai kiat-kiat efisiensi jajaran Poleng Field.

 

Charles menambahkan, sumur-sumur di Poleng Field yang sukses dalam menerapkan metode GLPO adalah: sumur CW-7 dengan produksi 700 BOPD, sumur DW-2 berhasil memproduksi 20 BOPD. Sementara sumur CW-10, awalnya berhasil mendapatkan 50 BOPD, namun mengair setelah beberapa bulan kemudian hingga 100% air. Loasi tersebut saat ini ditutup kembali. “Selain itu, kami juga mereaktivasi sumur DW-9. Setelah mempelajari production history-nya, mengevaluasi tekanan sumur, dan melakukan re-setting kedalaman titik injeksi, kami berhasil mendapatkan tambahan produksi sebesar 300 BOPD,” imbuh Charles.

 

Sementara itu, Poleng Field juga melakukan kegiatan sumuran lainnya, yaitu: pengasaman di sumur BW-4, BW-5, BW-6, dan BW-7. Sumur BW-4 ternyata tidak dapat diproduksikan karena berdasarkan indikasi tekanan sudah depleted. Sumur BW-6 menunjukkan ada indikasi minyak dan sumur BW-7 menghasilkan gas. Menurut Charles, jajaran Poleng Field merencanakan akan memproduksikan sumur BW-5 dengan system well to well gas lift, menggunakan source gas injeksi dari sumur BW-7. “Saat ini sumur tersebut masih belum dapat diproduksikan, karena masih menunggu perbaikan system instrumentasi di BW Platform,” ujar Charles.

 

Terkait dengan upaya peningkatan produksi sepanjang 2017, ini manajemen Poleng Field merencanakan untuk memproduksikan beberapa sumur di lokasi lain. Salah satunya, memproduksikan kembali sumur AW-3 dan AW-2. Dari history-nya sumur ini pernah berproduksi sebanyak 100 BOPD secara naturally flow sebelum mati karena system back pressure. Selanjutnya, juga akan memproduksikan sumur BW-5 dan BW-6 dengan system well to well gas lift dan melakukan work over di sumur BW-2 serta BW-3.

 

Dalam sejarahnya Poleng Field mengalami peningkatan sejak dikelola Pertamina pada 2013. Peningkatannya mencapai 40 persen lebih tinggi dibandingkan saat dikelola operator sebelumnya perusahaan Korea Selatan (KODECO), yang hanya mampu memproduksi 2.030 bph. Produksi Lapangan Poleng bersumber dari empat anjungan (platform), yakni anjungan AW, BW, CW, dan DW. “Platform AW dan BW telah dibangun sejak 42 tahun yang lalu atau sekitar 1975. Sementara itu platform CW dan DW, serta satu platform untuk pemrosesan, yaitu Poleng Production Platform dibangun pada 2007,” ucap Charles mengakhiri pembicaraan.•DIT HULU

Share this post