Produksi Bersuara dari Atap Indonesia

Produksi Bersuara dari Atap Indonesia

BunyuBunyu – Di atas peta, secara geografis Pulau Bunyu bagaikan atap Indonesia. Tampilan letaknya yang dekat perbatasan dengan Negara tetangga, nun jauh terpencil di ujung hidung Kalimantan Utara. Namun, di kejauhan megapolitan ibu kota para jawara migas Pertamina EP (PEP) Field Bunyu terus giat meningkatkan kinerja, memburu lewat berbagai upaya, menata sumur-sumur tua, meningkatkan produksi di tengah kendala decline alami  rata-rata PEP  sekitar 30% per tahun. Maka, ketika angka-angka produksi Field Bunyu terus meninggi, hal itu adalah bagian dari kearifan fase menuai paska benih disemai. “Kami dapat membuktikan bahwa Field Bunyu mampu meningkatkan produksi sebesar 8.026 barel minyak per hari (BOPD) pada awal Februari yang lalu, meski di tengah keterbatasan anggaran,” ujar Manager Field Bunyu, Rizal Risnul Wathan menyiratkan rasa syukurnya.

 

Lebih lanjut, Rizal menyampaikan pencapaian tersebut merupakan pengulangan sejarah dalam peningkatan produksi terbesar di PEP Field Bunyu, ketika zona produksi L-70 pada kedalaman 1.257,3 – 1.259,3 meter sumur BN-18 mengucurkan minyak sebesar 5.732 BOPD atau 278 % di atas target pada Juni 2010 lampau. Kesuksesan upaya peningkatan produksi hingga 4.112 BOPD itu diperoleh melalui kegiatan reparasi sumur-sumur: BN-20, BN-30, BN-37, BN-39, B-139, dan B-164. “Peningkatan terbesar berasal dari sumur BN-20 yang kontribusinya hingga 1.026 BOPD,” imbuh Rizal membandingkan kinerja setiap sumur. BN-20 sendiri berproduksi pertama kali pada lapisan J-71 (1115-1120 m) dengan litologi batupasir. Ketika tes perdana zona batupasir, ini mampu menghasilkan 2.147 BOPD. Selain itu sumur BN-20 juga pernah berproduksi pada lapisan-lapisan J-20 (1079.5-1081 m), J-74 (1165-1167.5 m) zona produksi unggulan BN-20 lainnya adalah G-45 (883.5-885 m) dengan reservoir batupasir juga.

 

Menurut Rizal, untuk menjaga konsistensi peningkatan produksi di sumur-sumur tua diperlukan kreatifitas dan langkah-langkah terobosan, antara lain secara telaten melakukan pemetaan detail zona-zona baru yang berpotensi untuk diperporasi lewat kerja ulang pindah lapisan di samping rutinitas aktivitas reparasi sumur, semata.  “Upaya program pindah lapisan dilakukan pada zona L-30 (1375.5-1377.5 m, base on  sumur BN-30) menghasilkan 1.158 BOPD, zona G-45 (883.5-885 m, base on sumur BN-20) menghasilkan 712 BOPD, dan  zona N-25 (1500.1-1502.1 m, base on sumur BN-39) menghasilkan 765 BOPD, masing-masing pada tes perdananya yang berkontribusi besar dalam peningkatan produksi Field Bunyu,” papar Rizal.

 

Selanjutnya Rizal juga menjelaskan bahwa sebelum aktivitas kerja ulang pindah lapisan perlu dilakukan perbaikan bonding semen, baik pada pekerjaan pindah lapisan maupun reparasi karena kondisi well bore Field Bunyu rata-rata memiliki bonding semen yang kurang baik. Hal tersebut sangat mempengaruhi performa produksi pada suatu sumur,  terutama dalam menekan  banyaknya air formasi yang merembes ikut terproduksi, serta untuk memperpanjang life time produksi. “Kegiatan itu, secara langsung dampaknya akan sangat mempengaruhi pencapaian produksi Field Bunyu,” tambah Rizal.

 

Langkah terobosan lainnya dalam memperpanjang life time produksi adalah melakukan pengambilan data bawah permukaan seperti well testing (BHP & PBU) secara rutin untuk mengetahui karakteristik resevoir. Selain itu well testing ini memberikan informasi lebih dini dalam menetukan langkah-langkah strategi yang harus dilakukan jika suatu sumur memiliki anomali produksi agar tidak terjadi water conning yang berdampak pada life time produksi. “Pengoperasian sumur dengan mengacu pada kaidah Good Engineering Practices sangat membantu memperpanjang life time produksi sumur dan menekan decline yang sebelumnya mencapai 90-120% menjadi 60-80% per tahun,” ungkap Heru Pratama, Reservoir Engineer.

 

Sementara itu, tim Reability, Availability, and Maintenance (RAM) Bunyu Field berhasil menghemat biaya perawatan pompa Garbarino sebesar 324 juta rupiah  sehari setalah kontrak dihentikan. Jika dalam setahun maka Bunyu Field mampu menghemat sebesar 1,6 miliar rupiah. Penghematan dilakukan dengan memodifikasi wearing menggunakan material nylon (non metal) untuk mengatisipasi rusaknya mechanical seal, serta melakukan penggantian material bracket pelor menggunakan material metal dan bukan plastik untuk menyesuaikan material fluida yang dipompakan. “Penghematan ini terjadi karena Field Bunyu tidak perlu lagi menyewa pompa injeksi di stasiun pengumpul Utama (SPU), karena pompa injeksi yang sudah ada berhasil dimodifikasi oleh tim RAM,” ujar Edi Nofendra, Bunyu RAM Assistant Manager mewartakan kerja inovasi di kesenyapan Bunyu yang jauh dari Jakarta.•DIT.HULU

Share this post