JAKARTA - Legal Preventive Program (LPP) bertema “Legalisasi Dokumen Perusahaan Asing dalam Mengikuti Proses Pengadaan Barang/Jasa di Indonesia” diselenggarakan oleh Fungsi Legal Counsel & Compliance (LCC) di Lantai M Gedung Utama, pada Rabu (3/8).
Acara dibuka oleh VP Legal Counsel Corporate Matters Wahidin Nurludzia M. dan dimodetari oleh Legal Service Procurement Manager Atik Mulyantika. Diskusi menghadirkan pembicara Dr. Riyatno S.H., LL.M. (Kepala Pusat Bantuan Hukum Badan Koordinasi Penanaman Modal) dan Tri Tharyat S.H., LL.M. (Direktur Konsuler Kementerian Luar Negeri RI).
LPP merupakan program Legal Counsel & Compliance yang berkelanjutan dengan tema yang terkait dengan penanganan pekerjaan sehari-hari oleh para pekerja Pertamina. Output dari pelaksanaan LPP kali ini sebagaimana dipesankan oleh Chief Legal Counsel & Compliance Genades Panjaitan adalah untuk meningkatkan pemahaman para peserta LPP terkait persyaratan dokumen perizinan yang wajib diminta dan diperiksa dari mitra kerja Pertamina dan permasalahan-permasalahan yang dapat timbul dalam proses legalisasi dokumen perusahaan asing.
Pada sesi pertama Riyatno membahas mengenai pelayanan perizinan dan non perizinan pada PTSP Pusat di BKPM, termasuk pelayanan di bidang minyak dan gas bumi. Sebagai bahan diskusi tambahan adalah syarat-syarat pokok dalam pengadaan barang dan jasa yang melibatkan perusahaan Penanaman Modal Asing (perusahaan PMA).
“Apa itu BKPM? BKPM adalah lembaga pemerintah non kementerian yang bertugas melaksanakan koordinasi kebijakan dan pelayanan di bidang penanaman modal. Jadi, salah satu tugas utamanya adalah memberikan pelayanan perizinan,” ujar Riyatno.
Riyatno berbagi pengalaman mengenai beberapa perusahaan PMA yang tidak dapat mengikuti tender pengadaan barang/jasa di SKK Migas karena ada salah satu persyaratan yang tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan PMA tersebut, yaitu Izin Usaha Tetap (IUT) dari BKPM. Akan tetapi, sejak tahun 2015, dengan adanya Peraturan Menteri yang baru, IUT tidak diterbitkan oleh BKPM. Setelah diskusi panjang lebar dengan pejabat terkait ditarik kesimpulan bahwa persyaratan peserta lelang di SKK Migas adalah SKT yang diterbitkan oleh BKPM. “Salah satu syarat yang esensial adalah pengesahan pendirian badan hukum dan perubahan-perubahannya, selain izin usaha,” tambah Riyatno.
Pada sesi kedua Tri Tharyat membahas mengenai prosedur legalisasi di Kementerian Luar Negeri. Tri Tharyat menyampaikan bahwa salah satu aspek dalam proses perizinan adalah legalisasi dokumen. Dalam proses legalisasi di sebagian besar negara, hampir selalu membutuhkan pengesahan dari Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Asing (through diplomatic channel).
Tri Tharyat menjelaskan bahwa legalisasi adalah suatu kegiatan mengesahkan tanda tangan pejabat yang telah melakukan pengesahan atas tanda tangan pembuat dokumen yang dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang. “Perlu kami garisbawahi bahwa Kementerian Luar Negeri tidak bertanggung jawab atas isi dokumen,” ujar Tri Tharyat.
Tri Tharyat menceritakan mengenai beberapa permasalahan umum dokumen asing tidak dapat dilegalisasi oleh Kementerian Luar Negeri, yaitu belum dilegalisasi oleh Perwakilan RI di luar negeri, kompetensi institusi yang mengeluarkan dokumen, indikasi pemalsuan dokumen, dan indikasi pemalsuan cap atau tanda tangan. Selain itu, beberapa permasalahan umum dokumen Indonesia/asing tidak dapat dilegalisasi oleh Perwakilan RI di luar negeri, yaitu belum dilegalisasi oleh Kementerian Luar Negeri di Indonesia atau di negara setempat, kompetensi institusi yang mengeluarkan dokumen, indikasi pemalsuan dokumen, dan indikasi pemalsuan cap atau tanda tangan.
Lebih lanjut disampaikan bahwa salah satu upaya yang dilakukan sebagai terobosan karena praktik-praktik pemalsuan stempel legalisasi adalah sistem stiker legalisasi. “Mulai 24 Maret 2016 di tempat kami sudah tidak ada lagi stempel basah dan telah digantikan dengan sistem stiker,” ujar Tri Tharyat. Usai pemaparan kedua pembicara, dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab.•LCC/Urip