JAKARTA – Hal tersebut diungkapkan Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto dalam konferensi pers pemaparan kinerja Pertamina Kuartal II tahun 2015, Rabu (5/8) di Lantai Ground Gedung Utama, Kantor Pusat Pertamina. Turut hadir dalam kesempatan itu, Direktur Hulu Syamsu Alam, Direktur Pemasaran Ahmad Bambang, dan Direktur Keuangan Arief Budiman. Konferensi pers dimoderatori oleh Vice President Corporate Communication Wianda Pusponegoro.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan situasi industri migas saat ini sangat menantang, yang ditandai dengan berbagai upaya dari banyak perusahaan migas, termasuk International Oil Company melakukan langkah-langkah efisiensi. Dalam konteks Indonesia, anjloknya Indonesian Crude Price hingga separuhnya ditambah dengan rupiah yang semakin tertekan menuntut perusahaan migas, seperti halnya Pertamina harus mencari terobosan untuk mempertahankan kinerja keuangan yang sehat.
Hingga Juni 2015, ICP jatuh ke posisi 59,4 dolar AS per barel atau jauh dari rata-rata ICP pada periode yang sama tahun 2014 sebesar 106,6 dolar AS per barel. Di sisi lain, rupiah terdepresiasi hingga lebih dari 10% dalam kurun waktu yang sama.
“Banyak perusahaan di dunia yang melakukan aksi-aksi terobosan agar dapat survive, mulai dari pengurangan capex hingga pemangkasan tenaga kerja di awal tahun yang masih berlanjut hingga saat ini. Namun, Alhamdulillah di tengah kondisi tersebut Pertamina dapat mengatasi tantangan dengan terus meningkatkan kinerja operasional dan melakukan efisiensi hingga dapat meraih laba bersih sebesar 570 juta dolar AS setelah pada awal tahun sempat alami kerugian,” tutur Dwi Soetjipto.
Produksi migas Pertamina selama semester I 2015 tumbuh sekitar 6% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Hingga Juni, produksi migas perusahaan mencapai 550,89 ribu BOEPD, yang terdiri dari 270,76 ribu BOPD minyak dan 1,60 BSCFD gas, yang disokong oleh peningkatan produksi migas Pertamina dari aset luar negeri. Produksi minyak dari aset luar negeri rata-rata semester I mencapai 73,5 ribu BOPD, sedangkan produksi gas sebesar 88,25 MMSCFD.
Setelah sempat alami sedikit turbulensi pada akhir tahun 2014 dan awal tahun 2015 akibat fluktuasi harga minyak mentah, kinerja kilang-kilang Pertamina kini berangsur baik. Bahkan pada Q2 2015 biaya pokok produksi kilang Pertamina menyentuh level di bawah 100% terhadap harga impor. Kondisi tersebut menunjukkan kilang-kilang Pertamina telah lebih efisien.
Seiring dengan penambahan ruas pipa dan alokasi gas, bisnis transportasi gas Pertamina juga meningkat 4% menjadi 264,98 BSCF. Adapun bisnis niaga gas Pertamina menjadi 19,71 BSCF. Di sisi lain, penjualan LNG meningkat menjadi 38,75 ribu BBTU.
Penjualan BBM paruh pertama tahun ini turun 7,16% menjadi 30,07 juta KL yang utamanya disebabkan oleh penurunan konsumsi Premium Umum dan Penugasan serta Solar bersubsidi. Produk pelumas Pertamina yang terus mempertahankan dominasinya di pasar domestik membukukan penjualan sekitar 230.000 KL.
Kinerja keuangan Pertamina mengalami rebound setelah pada akhir 2014 dan awal kuartal I 2015 sempat menurun. Pendapatan hingga Juni 2015 mencapai 21,79 miliar dolar AS atau turun 40,69% terhadap realisasi pada periode yang sama tahun lalu, di sisi lain beban pokok dan beban usaha mencapai 20,22 miliar dolar AS, lebih rendah 35,26% dibandingkan dengan semester I tahun lalu yang menggambarkan kuatnya pengaruh penurunan harga minyak mentah.
EBITDA sebagai salah satu indikator kesehatan perusahaan tercatat mencapai 2,32 miliar dolar AS. Adapun, laba bersih Pertamina pada semester I 2015 mencapai 570 juta dolar AS.
“Salah satu faktor penting juga bahwa selama Maret hingga Juni sesuai dengan keputusan pemerintah, Pertamina tidak melakukan perubahan harga BBM baik untuk jenis tertentu, jenis penugasan, maupun jenis BBM umum sesuai dengan formula yang sudah ditetapkan. Akibatnya, terjadi opportunity loss yang tinggi dan dirasakan hingga saat ini akibat menjual produk di bawah harga keekonomian dengan besaran sekitar Rp12,6 triliun sampai dengan bulan Juli,” ungkap Dwi.
Di tengah kondisi industri yang kurang menguntungkan Pertamina terus berinvestasi dengan realisasi hingga semester I 2015 mencapai 1,87 miliar dolar AS di mana 72% di antaranya adalah investasi hulu migas. Besaran investasi terbesar kedua adalah pada bisnis gas di mana Pertamina terus menggenjot pembangunan infrastruktur gas di Tanah Air, seperti Terminal Penerimaaan, Hub, dan Regasifikasi LNG Arun, pipa transmisi gas Arun-Belawan, Belawan-KIM-KEK Sei Mangkei, Semarang-Gresik, serta Muara Karang-Tegal Gede.
Investasi infrastruktur juga dilakukan untuk BBM, di mana Pertamina tengah membangun Terminal BBM Sambu dan Terminal BBM Tanjung Uban di Kepulauan Riau. “Proyek-proyek tersebut masuk menjadi daftar proyek terobosan yang prosesnya dipantau secara ketat,” tegas Dwi Soetjipto.
Selain meningkatkan kinerja dan investasi untuk kelanjutan bisnis, Pertamina juga terus melakukan efisiensi sebagai manifestasi 5 Pilar Prioritas Strategis perusahaan. Hingga semester I 2015 efisiensi yang dilakukan mencapai 249,16 juta dolar AS atau 3,26% di atas target yang ditetapkan.
Besaran efisiensi tersebut bersumber dari sentralisasi pengadaan non hidrokarbon sebesar 87,80 juta dolar AS, sentralisasi pengadaan hidrokarbon di ISC sebesar 37,70 juta dolar AS. Efisiensi terbesar adalah berasal dari upaya insan Pertamina melakukan tata kelola secara ketat pada arus minyak yang menyumbang efisiensi sebesar 107,94 juta dolar AS. Jadi secara umum, Dwi Soetjipto menyatakan kinerja Pertamina membaik. Sementara prioritas investasi masih tetap pada sektor hulu.•Rilis/Urip