SKK Migas Ajukan Penyederhanaan Izin Industri Hulu Migas

SKK Migas Ajukan Penyederhanaan Izin Industri Hulu Migas

16-PEPC-SKK2Bali - PT Pertamina EP Cepu sebagai anak perusahaan Pertamina dan sebagai pelaku usaha dalam industri hulu migas mendapatkan angin segar  jika penyederhanaan izin ke­giatan hulu migas yang di­ajukan Kelompok Kerja Formalitas SKKMigas kepada Badan Koordinasi Pe­nanaman Modal (BKPM) nanti disetujui. Mengingat waktu yang tersedia dalam pengerjaan suatu project dapat digunakan seefisien dan semaksimal mungkin. Hal ini berdampak positif terhadap kinerja dan pen­capaian target serta efisiensi operation cost project.

 

Hal tersebut terungkap dalam Rapat berkala ke­humasan SKKMigas Ja­banusa yang diselenggarakan di Kuta, Bali (27-28/7) mem­bahas tentang percepatan proses perizinan pada industri hulu migas. Acara bertema “Dukungan perizinan pusat dan daerah untuk per­cepatan kegiatan hulu migas” ini diselenggarakan atas kolaborasi SKKMigas dan KKKS se-Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabanusa).

 

Hadir sebagai pembicara antara lain Direktur Bidang Deregulasi Penanaman Modal  BKPM Yuliot,  Bupati Blora Djoko Nugroho,  Kasubdit Penetapan Hak Tanah Ke­menterian Agraria & Tata Ruang Kintot Eko Baskoro, Direktur  Rencana Penggunaan dan Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan Ke­menterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kustanta Budi Prihatno,  Kabiro Hu­kum Kementerian Dalam Negeri Widodo Sigit, Kasie Survey Alur dan Perambuan Subdit Perambuan Direktorat Kenavigasian  Kementrian Perhubungan Ditjen Hubla Didi Supriyadi, Didik S. Setyadi dari SKK Migas (Kepala Kelompok Kerja Formalitas), dan Ke­pala Dinas Kebandaran SKK Migas Sutrisno.

 

Hadir sebagai peserta dalam acara tersebut antara lain Bupati, Wali Kota dan atau Kepala Daerah di 11 Kabupaten dan Kota beserta Dinas, dan instansi terkait seperti Dinas Perijinan, Dinas ESDM, Dinas Kehutanan, Kantor Pertanahan (BPN), Perhutani, KAI, pimpinan le­gislatif (Ketua DPRD), dan serta Pimpinan KKKS Eksploitasi dan Eksplorasi se- Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

 

Menurut catatan, ada 42 perizinan Kementerian Energi Sumber Daya Minyak (ESDM) yang sudah diserahkan kepada Badan Koordinasi Pe­nanaman Modal (BKPM).Namun saat ini, masih ada 341 perizinan yang tersebar di 17 instansi  di berbagai de­partemen pemerintah pusat dan daerah.

 

Selain terhambat ma­salah perizinan, kegiatan industri migas juga terhambat masalah pembebasan lahan. Dengan demikian, jeda waktu antara penemuan cadangan migas baru sam­pai ke tahap produksi migas di Indonesia rata-rata melampaui 10 tahun, bahkan ada yang membutuhkan waktu hingga 18 tahun untuk bisa memproduksi migas. “Padahal, Kontrak Kontraktor Kerjasama (KKKS) hanya 30 tahun. Karena itu, kini banyak KKKS yang mengajukan perpanjangan kontrak karena mereka merasa waktunya habis hanya untuk mengurus izin dan membebaskan la­han,” kata Sekretaris SKKMigas Budi Agustiono.

 

Untuk mempercepat peri­zinan dalam industri hulu migas, Kelompok Kerja Formalitas SKKMigas telah mengusulkan mengu­rangi pintu perizinan, me­nye­derhanakan dan mem­per­cepat tata waktu le­wat pembentukan tiga cluster perizinan. Ketiga cluster tersebut meliputi: kelompok perizinan tata ruang; kelompok perizinan lingkungan, kesela­matan, dan keamanan; ser­ta kelompok perizinan peng­gunaan sum­ber daya dan infrastruktur lainnya.

 

“Dengan penetapan tiga cluster itu percepatan perizinan bisa dilakukan secara efektif. Dalam usulan kami, yang mengurus semua izin adalah SKKMigas, dan akan langsung diserahkan pada BKPM untuk menda­patkan persetujuan,” tambah Kepala Kelompok Kerja For­malitas SKKMigas, Didik S. Setyadi.

 

Menurut Didik, yang harus dipahami oleh semua pemangku kepentingan, khususnya aparat negara, kegiatan dalam industri hulu migas adalah kegiatan negara. Contoh paling sederhana, seluruh lahan yang diperuntukkan untuk mendukung kegiatan hulu migas tercatat sebagai aset milik negara cq Menteri Keuangan. “Jadi lahan yang dibebaskan dalam kegiatan hulu migas itu adalah aset negara. Tidak ada satupun negara di dunia, kegiatan negara harus mengurus perizinan pada penyelenggara negara. Seharusnya, penye­lenggara negara cukup me­lakukan koordinasi dan kemudian membuat kete­tapan,” jelasnya.

 

Sebelumnya, Direktur Deregulasi Penanaman Modal BKPM mengakui perizinan yang berbelit menghambat investor masuk ke dalam negeri, termasuk industri migas. Padahal saat ini Indonesia masih termasuk sebagai negara importir minyak. Permasalahan menjadi lebih rumit karena di daerahpun ada perpanjangan perizinan yang seharusnya tidak perlu perpanjangan, karena percepatan di pusat diharapkan bisa diikuti oleh percepatan di daerah.•PEPC

Share this post