BANDUNG – PT Pertamina Geothermal Energy mengikuti acara besar yang digelar oleh Institut Teknologi Bandung, International Geothermal Workshop 2014. Kegiatan yang diadakan di Aula Timur pada (5/3) tersebut menghadirkan para ahli geothermal sebagai pembicara. Di antaranya Abadi Poernomo Ketua Indonesia Geothermal Association, Rony Gunawan Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), Sanusi Sata Senior Management Representative Star Energy Holding Ltd, dan Antonie De Wilde Emerging Power Philippines.
Rony Gunawan menjelaskan potensi geothermal di Indonesia. “Potensi geothermal di Indonesia nomor satu di dunia, sekitar 40 persen atau 28 MW (setara dengan 12 miliar barel) cadangan panas bumi dunia berada di Indonesia, sehingga energi geothermal bisa menjadi penopang ketahanan energi nasional.”
Menurut Rony, energi panas bumi memiliki kelebihan dibandingkan energi yang bersumber dari fosil seperti minyak bumi. Energi geothermal merupakan energi ramah lingkungan yang tidak akan habis dieksplorasi karena diprodusi terus oleh perut bumi. Kelebihan lainnya, energi geothermal tidak dapat diekspor. Jadi hanya digunakan untuk domestik khususnya sebagai energi alternatif pembangkit listrik di Indonesia, sehingga dapat menghemat ratusan triliun subsidi BBM dan listrik.
“Subsidi migas dan listrik tahun 2014 sebesar Rp300 triliun. Kalau saja kita bisa mengembangkan energi geothermal, uang dari subsidi tersebut dapat disalurkan untuk membiayai riset geothermal maupun pendidikan lainnya di universitas-universitas Indonesia.“ ujar Rony.
Rony menjelaskan kendala utama yang dialami PGE dalam pengembangan energi panas bumi di Indonesia. “Seperti kita ketahui wilayah yang memiliki potensi energi geothermal umumnya berada di kawasan pegunungan, hutan lindung dan cagar alam. Daerah cagar alam menurut UU No. 41 tahun 1999 kawasan terlarang untuk kegiatan apapun. “Semoga UU tersebut dapat direvisi untuk memperbolehkan kegiatan geothermal karena potensi geothermal di hutan lindung sebesar 40%,” harap Rony.
Hal tersebut disepakati oleh Ketua Indonesia Geothermal Association Abadi Poernomo. Menurutnya, perizinan memang menjadi salah satu kendala untuk melakukan pengembangan geothermal di Indonesia.
Sementara Senior Management Representative Star Energy Holding Ltd, Sanusi Satar menegaskan, istilah pengembangan panas bumi dalam UU tersebut sebagai pertambangan perlu diluruskan. Artinya, dampak pemanfaatan geothermal tidak bisa disamakan dengan dampak pertambangan pada umumnya. Istilah pertambangan dinilai tidak tepat, jadi harus diubah. “Kalau istilah ditambang itu diambil habis. Kalau kita hanya ambil panasnya saja, tidak ada hal yang hilang dari pengembangan panas bumi.”•ADITYO