Sukseskan Mandatori B30, Pertamina Ungkap Cara Implementasi di Lapangan

JAKARTA - Jajaran direksi Pertamina kembali melakukan tatap muka dengan Komisi VII DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Ruang Rapat Gedung Nusantara I, Kompleks DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (29/1). 

Rapat kali ini membahas tentang implementasi program mandatori Biodiesel 30 persen atau yang dikenal dengan istilah B30 yang merupakan salah satu upaya pemerintah melalui Pertamina untuk mengurangi ketergantungan impor BBM, khususnya Solar dalam negeri.

Di hadapan pimpinan dan anggota Komisi VII DPR RI, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati memaparkan seputar program yang dimulai pada medio 2019 tersebut. Menurutnya, penerapan program B30 tak hanya akan mengurangi impor BBM, tapi juga akan menghemat devisa negara.

“Sebelum B30, kita sudah menerapkan B20. Dari data kita tahun 2018-2019, ada penurunan biaya sekitar 4 persen. Jadi, setiap tambahan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) 10 persen dalam Solar, ada penurunan cost of production 2 persen,” beber Nicke.

Menurut Nicke, dampak penurunan cost of production karena pencampuran FAME dengan Solar tersebut relatif besar bagi penghematan devisa. "Pengurangan 20 hingga 30 persen itu dampaknya besar dalam penghematan devisa,” sambungnya.

Terkait dengan ketersediaan bahan baku penunjang, Pertamina akan melakukan berbagai upaya agar program tersebut bisa berjalan secara berkelanjutan. Satu di antaranya dengan menggandeng PT Perkebunan Nusantara III (PTPN III) dan melakukan peremajaan atau penanaman kembali lahan sawit (replanting).

“Kami kerja sama dengan PTPN II menggunakan para petani plasma yang dikoordinir oleh PTPN III,” ujarnya.

Pertamina juga mencari solusi lain untuk menjaga ketersediaan bahan baku, yakni dengan memanfaatkan teknologi. Seperti mengolah used cooking oil atau minyak jelantah sisa industri ataupun rumah tangga. Ada pula pengembangan bahan baku nabati lainnya sebagai alternatif penggunaan Crude Palm Oil (CPO).

Saat disinggung soal respon masyarakat tentang program ini, Nicke mengatakan bahwa masyarakat dan sektor industri di Indonesia menyambut positif adanya bahan bakar diesel ramah lingkungan ini. 

"Saat ini hanya Freeport yang meminta kelonggaran karena mereka beroperasi di ketinggian dengan suhu yang dingin dan kalau menggunakan B30 akan terjadi pembekuan. Kedua adalah TNI, khususnya untuk alutsista yang sudah tua ini tidak bisa menggunakan B30. Tapi unuk industri lain, semua menyatakan siap,” pungkasnya.*STK

Share this post