Sumur Terawat Produksi Meningkat

Sumur Terawat Produksi Meningkat

20-HULU-Lapangan Lima Yang Memproduksi Sekitar 4000BOPD_resizeJakarta - Setelah diakuisisi oleh Pertamina sejak 2009 hingga saat ini, Blok Offshore North West Java (ONWJ) menjadi salah satu backbone produksi minyak dan gas bumi Pertamina. Meski sebagian aset produksi sudah masuk fase mature, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ terus berupaya menjaga kontinyuitas produksi dan menahan laju natural decline rate dengan berbagai program optimisasi aset.  Di tengah situasi harga crude oil di pasar global yang belum membaik, upaya merawat mature fields dengan tingkat efisiensi tinggi menuntut kreativitas, inovasi, dan terobosan dalam metode kerja.

 

Ketekunan merawat fasilitas-fasilitas produksi serta fasilitas pendukung lainnya, merupakan bagian dari kesuksesan PHE ONWJ dalam mempertahankan produksinya. Hal tersebut terlihat pada capaian kinerja produksi PHE ONWJ sampai dengan triwulan 1/2017. Yakni, produksi minyak sebesar 33,8 ribu barel minyak per hari (MBOPD) atau 115% dari target rencana kerja anggaran perusahaan (RKAP) tahun 2017 (28,1 MBOPD). Sedangkan raihan produksi gas adalah 131 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD), atau 96% dari target RKAP (133.59 MMSCFD). “Dalam rangka menahan laju natural decline rate sepanjang TW-I/2017, PHE ONWJ melakukan kebijakan intervensi sesegera mungkin agar dapat mengembalikan produksi sumur-sumur yang mengalami problem penurunan alami, terutama masalah peningkatan kadar air,” ungkap Irwansyah, President/General Manager PHE ONWJ.

 

Menurut Irwansyah, dalam mempertahankan produksi ja­jaran PHE ONWJ juga melakukan program pengeboran sumur pe­ngembangan, kerja ulang pindah lapisan (KUPL), melakukan prioritisasi kandidat  perawatan sumur migas yang memiliki prospek, dan optimisasi sumur pro­duksi. “Kami akan melakukan 5 pengeboran sumur mulai pertengahan Juni 2017, yaitu sumur LLD-3ST, sumur KLB-18, sumur KLB-21, EB-11 dan LLB-1ST  dengan harapan akan menambah gain produksi minyak sebesar 1.700 BOPD dan gas sebanyak 35,2 MMSCFD,” tambah Irwansyah. Selain itu, tambahan produksi juga dipetik dari kegiatan reaktivasi 6 suspended well yaitu ZUG-2, LLD-2, ESA-6, BH-1, LBG-5L, dan BM-5S dengan total produksi minyak sebesar 465 BOPD dan  gas 1,5 MMSCFD. “Pencapaian produksi PHE ONWJ juga terdongkrak karena aksi portofolio. Yaitu, penambahan place in charge (PIC) pasca terminasi pada 18 Januari 2017 dari 58% menjadi 100% dikelola oleh Pertamina,” terang Irwansyah.

 

Selanjutnya, Irwansyah menerangkan bahwa untuk mengejar pencapaian target RK/RAB 2017, PHE ONWJ akan melakukan beberapa inisiatif penambahan jumlah sumur pengeboran dengan menambah jumlah rig yang beroperasi, meningkatkan jumlah pekerjaan perawatan sumur dan kerja ulang pindah lapisan, serta rekomplesi sumur. Selanjutnya, akan dilakukan pekerjaan perawatan sumur sebanyak 227 pekerjaan, meliputi pekerjaan pengasaman, re-perforasi, pembersihan pasir, dan optimisasi gas lift. “Kami juga akan menyelesaikan kegiatan KUPL sebanyak 4 sumur, rekomplesi pada 4 sumur, serta pekerjaan penggantian pompa ESP pada 3 sumur,” ucap Irwansyah.

 

Terkait dengan kebijakan dalam menghadapi krisis harga minyak dunia, PHE ONWJ telah melaksanakan berbagai langkah efisiensi biaya, baik operasi maupun investasi. Pada 2016 yang lalu, PHE ONWJ telah melakukan perubahan rencana kerja investasi dan pemeliharaan berupa penundaan pengeboran sumur pengembangan, penggantian pipa bawah laut, kegiatan turnaround dan pengadaan barge, dengan nilai lebih dari US$ 80 juta. Efisiensi biaya juga dilakukan melalui renegosiasi kontrak; prioritisasi lingkup kerja inspeksi, pemeliharaan, maupun perbaikan topside dan subsea structure; perubahan mode operasi; pengurangan jumlah kapal dan kendaraan; optimisasi penggunaan bahan bakar, material, peralatan komunikasi, dan general office; serta penyesuaian upah dan benefit pekerja; dengan nilai penghematan lebih dari US$ 50 juta.

 

Dari sisi portofolio, mulai 20117 ini PHE ONWJ menghadapi tantangan dari pemerintah sebagai KKKS pertama yang menerapkan kebijakan baru kontrak PSC Gross Split. Oleh karena itu, beberapa rencana kerja investasi perlu direevaluasi untuk memastikan keekonomian dengan skema Gross Split, serta dilakukan penjadwalan ulang untuk memastikan prioritas sesuai kondisi fasilitas operasi produksi terkini. “Di antaranya Akuisisi Seismik, Penggantian Pipa Bawah Laut dan proyek Fasilitas Produksi, dengan nilai pengurangan lebih dari US$ 50 juta dolar dan upaya efisiensi lainnya sebesar US$ 20 juta dolar,” ungkap Irwansyah. Menurutnya, dengan berbagai langkah efisiensi dan penghematan anggaran melalui evaluasi rencana kerja, diharapkan PHE ONWJ dapat bertahan dan tumbuh sebagai perusahan migas yang aman, handal, komersial, serta terus berkomitmen dalam mengembangkan aset dan sumber daya manusia.

 

Profil produksi Blok ONWJ sejak dikelola PT Pertamina mulai medio 2009, terus mengalami peningkatan. Dari produksi sekitar 23 ribu BOPD ketika masih dikelola oleh perusahaan multi nasional, BP Indonesia selaku operator sebelumnya,  meningkat sebesar 27,4 ribu BOPD pada 2010. Berikutnya di 2011 produksi blok tersebut terdongkrak signifikan hingga ke tataran 32,2 ribu BOPD. Puncak produksi Blok ONWC diraih pada 2014 mencapai  abgka 40,3 ribu BOPD, atau hampir 200% dibanding saat akuisisi. “Pasca terminasi kontrak model lama di awal 2017, PHE ONWJ melanjutkan pengoperasian Blok tersebut sepenuhnya sesuai kebijakan baru pemerintah, yaitu skema Gross Split,” pungkas Ir­wansyah mengakhiri perbincangan.•DIT. HULU

Share this post