Jakarta – Penandatanganan Head Of Agreement (HoA) Blok Mahakam antara Pertamina dengan Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation merupakan skenario Direktorat Hulu dalam melakukan ekspansi, terutama untuk blok-blok migas dalam negeri pasca terminasi yang masih memiliki potensi, seperti Blok Mahakam. Kesepakatan yang ditandatangani, itu mencakup perjanjian bagi hasil yang ditargetkan rampung pada dua pekan ke depan, serta persetujuan komersial. HoA tersebut juga meliputi kesepakatan pengalihan pengelolaan Blok Mahakam (transfer agreement). “Transfer mencakup peralihan semua karyawan operasional dari Total ke Pertamina,” ucap Dwi Sucipto, Direktur Utama Pertamina, Rabu, 16 Desember 2015.
Pada kesempatan yang sama Direktur Hulu, Syamsu Alam mengatakan bahwa secara operasional maupun finansial Pertamina sangat sanggup untuk memikul amanah dari pemerintah untuk melanjutkan pengelolaan Blok Mahakam, pasca terminasi pada 2017. Lebih lanjut Alam menegaskan, dengan pengalaman di Blok (Offshore North West Java) ONWJ, West Madura Offshore (WMO), dan Blok Nunukan di wilayah offshore Kalimantan Utara, Pertamina sudah teruji dalam menangani operasi lepas pantai. “Para pekerja di sana tetap dipertahankan. Mereka akan terus melanjutkan pengelolaan asset tersebut di bawah manajemen Pertamina, sebagaimana pernah terjadi di ONWJ dan WMO,” jelas Alam merinci salah satu strategi yang akan dimainkan dalam pengelolaan Blok Mahakam.
Fakta yang diukir Pertamina dalam pengelolaan Blok ONWJ, sejak pertengahan 2009, blok tersebut terus menunjukkan tren peningkatan produksi. Saat ini produksi Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ berhasil melampaui target yang ditetapkan SKK Migas untuk 2015 sebesar 40.000 barel minyak per hari (BOPD), yakni mencapai 40.069 BOPD. Sedangkan produksi gas yang mencapai 178,3 juta kaki kubik gas perhari (MMSCFD) juga melewati target SKK Migas dalam RK 2015 sebesar 175 MMSCFD. “Kami bersyukur dengan pencapaian yang cukup menggembirakan untuk mendukung kinerja Pertamina. Meski, tahun ini kami harus menyusun ulang program kerja akibat rendahnya harga minyak dunia,” tutur Irwansyah, President/GM PHE ONWJ, mewartakan rasa syukurnya.
Salah satu aktivitas PHE ONWJ pada 2015 yang menonjol adalah pengembangan Lapangan GG, meliputi pembangunan satu anjungan lepas pantai GG-A, pemboran tiga sumur gas, pembangunan pipa bawah laut dengan diameter 12” sepanjang 35 km, dan pembangunan satu fasilitas proses di darat, Oil Production Facility (OPF) Balongan. Selain itu, keberhasilan PHE ONWJ dimaksud dituai juga dari tambahan produksi setelah sukses melakukan dua proyek krusial, yaitu reaktivasi Lapangan Zulu dan proyek pemasangan Gas Lift Compressor di Lapangan KL.
Sementara itu, PHE WMO berhasil menutup produksi minyak akhir tahun (outlook) sebesar 13.466 BOPD dan produksi gas sebesar 10,34 MMSCFD. Kesuksesan tersebut didapat dari upaya memperbanyak pekerjaan rutin di sumur-sumur produksi, seperti workover dan well service sehingga penurunan produksi bisa dikendalikan. “Pencapaian ini tentu tidak mudah. Kami berhasil melalui tahun ini dengan baik melalui berbagai inovasi untuk menahan laju penurunan produksi secara alami (decline rate) yang bergerak tajam,” kata Boyke Pardede, President/GM PHE WMO.
Ketika masih dikelola oleh perusahaan migas asing, Kodeco menjelang transisi masa terminasi Kontrak Kerja Sama (KKS) pada 2010/2011, profil kinerja produksi Blok WMO sempat melorot hingga menyentuh angka 7.500 BOPD. Namun, pasca terminasi Mei 2011 saat blok tersebut ditangani Pertamina produksinya justru melonjak hingga 20.000 BOPD, bahkan pada akhir Juli 2013 meraih produksi harian sebesar 24.000 BOPD.
Kinerja produksi positif yang diraih WMO hakikatnya merupakan kelanjutan dari budaya kerja profesionalisme dan kapabilitas insan-insan Pertamina dalam menangani operasi migas di lepas pantai. Sebab, sebelum mengelola WMO, para jawara Pertamina telah membuktikan kemampuannya dalam menangani Blok ONWJ setelah diakuisisi dari perusahaan kelas dunia, BP Indonesia. Riwayat produksi migas di wilayah kerja Blok ONWJ, sejak dikelola Pertamina sebagai operator pada pertengahan 2009, terus menunjukan tren meningkat. Padahal selama periode 2007-2009 ketika blok ini masih ditangani BP Indonesia, produksi rata-rata hanya bergerak di angka 22.000-23.000 BOPD saja. Namun, memasuki tahun kedua ditangan Pertamina, pada 2011 produksinya justru melonjak ke angka 32.200 BOPD hingga 2014 produksi minyak PHE ONWJ mencapai 40.500 BOPD. Di samping minyak, kinerja produksi gas pun memperlihatkan tren peningkatan cukup signifikan. Jika pada 2010-2011 stabil di level angka 172,7 MMSCFD, sepanjang 2013 meningkat menjadi 181 MMSCFD dan di penghujung 2014 naik lagi ke level 186 MMSCFD.
Selain mampu meningkatkan produksi minyak dan gas dilepas pantai, Pertamina melalui PHE Nunukan Company (PHENC) pun berhasil melakukan pengeboran eksplorasi di kawasan offshore Kalimantan Utara. Di daerah ini, PHENC sukses menemukan cadangan 2C minyak dan gas, yaitu 13,8 juta barel minyak (MMBO) dan gas sebesar 407 miliar kaki kubik (BCF) di struktur Badik. Sedangkan struktur West Badik sebesar 36,39 MMBOE terdiri dari 1,3 MMBO dan gas 103 BCF. Dengan demikian secara total gross diperoleh cadangan 2C sejumlah 100 MMBOE yang terdiri atas minyak sebanyak 15 MMBO dan gas 510 BCF.•DIT.HULU