The Arbitration Process: How to Ensure a Successful Outcome

The Arbitration Process: How to Ensure a Successful Outcome

16-LCCJAKARTA - Sengketa merupakan hal umum yang bisa terjadi dalam hubungan bisnis. Biasanya dalam penyelesaian sengketa, para pihak yang terlibat dalam seng­keta akan memilih cara yang terbaik dalam penyelesaiannya. Pilihan penyelesaian sengketa bisa dilakukan secara litigasi dan non-litigasi. Jalur non-litigasi, seperti negoisasi, mediasi, dan arbitrase.

 

Penting kiranya bagi pelaku bisnis untuk memahami penyelesaian sengketa jika di kemudian hari terjadi keadaan yang tidak diinginkan. Untuk itu, Fungsi Legal Counsel & Compliance Pertamina menyelenggarakan Legal Preventive Program (LPP) pada Rabu (30/11/2016) yang membahas The Arbitration Process: How to Ensure a Successful Outcome. Da­lam pembahasannya, ha­dir sebagai narasumber Nandakumar Ponniya,  Managing Partner & Lawyer dari Baker & McKenzie dan moderator Lindung Nainggolan, Legal Service Dispute and Conflict Manager.

 

Dalam kesempatan tersebut, Kumar menyam­paikan materi tentang The Arbitration Process: How to Ensure a Successful Outcome, yang pada intinya membahas strategi proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase yang efektif dan memberikan putusan yang memberikan efek positif bagi para pihak. 

 

Sebelum memasuki proses arbitrase, hal yang harus diperhatikan oleh para pihak adalah klausula penyelesaian perselisihan/sengketa melalui proses arbitrase yang diatur di dalam perjanjian. Jika klausula ini tidak diatur atau tidak dimuat di dalam perjanjian, penyelesaian perselisihan/sengketa tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase. Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak, artinya tidak dapat dilakukan upaya hukum. Proses pelaksanaan atau eksekusi putusan arbitrase di Indonesia dapat dilaksanakan terhadap putusan internasional, seperti SIAC (Singapore Internasional Arbitration Centre) maupun putusan arbitrase nasional, seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Hal ini dapat dilaksanakan karena Indonesia telah meratifikasi Konvensi New York tahun 1958.

 

Kumar menjelaskan bahwa pihak yang mengajukan proses penyelesaian melalui arbitrase sebaiknya memperhatikan prosedur dan strategi proses arbitrase. Poin-poin yang harus diperhatikan di dalam arbitrase antara lain cost, jangka waktu pelaksanaan, dan kualitas dari proses arbitrase itu sendiri. Proses paling penting adalah proses pembuktian. Para pihak harus mempersiapkan alat bukti yang relevan seperti: bukti tagihan-tagihan, accounting record, serta semua dokumen yang terkait termasuk saksi, baik saksi fakta maupun keterangan ahli. Seluruh alat bukti yang relevan ini harus dikemukakan kepada Majelis Arbiter.

 

Selain itu, hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah pilihan hukum dan pemilihan tempat/lokasi pelaksanaan arbitrase. Hal ini berhubungan dengan jangka waktu proses pelaksanaan arbitrase dan biaya yang harus dikeluarkan oleh para pihak. Apabila pilihan hukum atau pilihan tempat/lokasi pelaksanaan arbitrase tidak tepat, akan berimbas pada proses pelaksanaan arbitrase itu sendiri: proses arbitrase akan memakan waktu yang cukup lama. Tentunya hal ini akan berakibat pada kelangsungan bisnis perusahaan.

 

Bukan suatu rahasia lagi: jika penyelesaian sengketa melalui proses peradilan umum,  prosesnya mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, memakan waktu yang cukup lama, dan berbelit-belit. Terlebih lagi acara pembuktian di pengadilan umum cenderung seperti pertukaran dokumen semata, sehingga jarang menemukan persoalan inti yang dipermasalahkan oleh para pihak.

 

Berkebalikan dengan hal tersebut, Kumar menyatakan bahwa proses arbitrase justru mengeluarkan biaya yang hemat, memiliki proses yang cepat, dan menghasilkan putusan yang berkualitas baik karena arbiter pemeriksa perkara adalah ahli yang memiliki kompetensi da­lam bidang usaha yang di­persengketakan.

 

Chief Legal Counsel & Compliance Genades Panjaitan juga membagikan pengalaman riil, “Pernah kita (Pertamina) bersengketa dengan sebuah perusahaan dan kita menempuh jalur arbitrase untuk proses penyelesaian perkara. Arbiter menyatakan Pertamina tidak memiliki kewajiban untuk mem­bayar ganti kerugian. Hal ini merupakan salah satu contoh sukses penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional. Putusan ar­bitrase internasional tersebut pun dapat dilaksanakan di Indonesia.”

 

Metode diskusi kasus yang ditawarkan oleh Kumar membawa warna tersendiri dalam kegiatan tersebut. Peserta dapat memahami lebih lanjut mengenai materi yang dijelaskan oleh Kumar karena dihadapkan langsung dengan contoh kasus. Kegiatan tersebut ditutup dengan diberikannya kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pertanyaan kepada narasumber.• Hari/LCC

Share this post