Jakarta – “Kinerja pengeboran pada sumur eksplorasi Badik-2 (2013), Badik-3 (2014) dan West Badik-1 (2014) Pertamina Hulu Energi Nunukan Company (PHENC) merupakan salah satu yang exellence di lingkungan Pertamina Hulu. Target subsurface tercapai dengan baik dan OTOBOS (on time on budget on schedule),” demikian ucap Direktur Utama PT PHE, Ig. Tenny Wibowo (22/9).
Menurut Ronald Safar, Drilling Operations Superintendent PHENC dalam presentasinya saat Lomba Poster Drilling Technology Forum 2014 (16-19/9) mengatakan bahwa keberhasilan efisiensi biaya operasi pada pengeboran ketiga sumur tersebut diraih dari hasil perubahan casing design sumur-sumur itu. Upaya mengubah casing design dimaksud terdorong oleh langkah investigative tim drilling PHENC atas permasalahan pengeboran yang dialami Anandarko Indonesia Nunukan Company (Anadarko) sebagai operator lama Blok Nunukan pada sumur taruhan (wildcat) Badik-1. “Setiap permasalahan yang dihadapi oleh operator lama diinvestigasi secara rinci untuk memperoleh pelajaran agar hal tersebut tidak terulang pada operasi yang akan datang,” tegas Ronald.
Lebih lanjut Ronald menjelaskan setelah mendapatkan hasil investigasi, tim drilling melakukan perubahan-perubahan yang di antaranya merancang kembali susunan rangkaian casing yang semula menggunakan metode casing drilling berdiameter 20 inci menjadi konvensional drilling lubang 26 inci dan running casing 20 inci. Tujuannya, untuk mendapat assurance lubang di trayek terakhir tidak lebih kecil dari 81/2 inci (liner casing 7 inci). Pada saat peralihan operator dari Anandarko ke PHENC, tim drilling PHENC mengganti casing design karena berdasarkan hasil evaluasi final report offset well (Badik-1), terhadap stringer yang sangat keras, kekerasannya sudah mencapai 8 dari 10 rasio kekerasan mata bor (cutters) pada drill shoe dengan diameter 24 inci. “Selain itu ada perubahan penggunaan lumpur pengeboran. Dari lesson learnt Badik-1 yang dibor oleh Anadarko, terjadi banyak hole problem pada saat pengeboran top hole section. PHENC mengganti penggunaan chemicals yang direncanakan menggunakan PHPA menjadi IDCAP-D dengan harga yang sedikit lebih mahal, namun ampuh dan terbukti tidak terjadi masalah hole stability di ketiga sumur tersebut,” jelas Ronald menunjukkan fakta.
“Lewat perubahan rangkaian casing desain itu, PHENC berhasil menekan biaya operasi pengeboran dari ketiga sumur tersebut sekitar 9,6 juta USD. Rincian anggaran versus realisasi operasi pengeboran sumur-sumur itu masing-masing: Badik-2 dari rencana anggaran 58,3 juta USD menjadi 56,1 juta USD dengan kedalaman akhir 11,064 feet, Badik-3 rencana anggaran 61,7 juta USD menjadi 57,9 juta USD dengan kedalaman akhir 12,050 feet, dan West Badik-1 rencana anggaran dari 52,2 juta USD menjadi 49,4 juta USD dengan kedalaman akhir 10,322 feet,” pungkas Ronald.
Blok Nunukan saat ini meliputi area seluas 2212 km2, secara administratif berada di lepas pantai Provinsi Kalimantan Utara dengan ke dalaman air laut sekitar 365 m. Kepemilikan saham di blok tersebut yang awalnya 100% dimiliki oleh Medco E&P Nunukan, telah mengalami beberapa kali perubahan. Pada 2007, BPMigas menyetujui pengalihan 60% saham Medco ke Anadarko yang kemudian bertindak sebagai operator. Selanjutnya, pada 4 Sepetmeber 2009, Anadarko melepas 25% sahamnya kepada dua investor dari India yaitu Videocon dan Bharat Petroleum masing-masing 12,5%. Selaku operator Anadarko melakukan pengeboran sumur eksplorasi Badik-1. Pada 30 September 2012, PT Pertamina (Persero) mengakuisisi 35% saham Anadarko beserta hak operatorship. Kemudian pengelolaan blok tersebut diserahkan kepada PHENC.•DIT.HULU