ULUBELU – “Hingga Oktober 2018 produksi uap setara listrik PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Ulubelu mencapai 1.175 Giga Watt-hour (GWh), atau 81 persen dari target sebesar 1.447 GWh,” ungkap Dirgo Rahayu, GM PGE Area Ulubelu, ketika dijumpai di kantornya (21/11/2018). Lebih jauh Dirgo menjelaskan, terdapat sejumlah kendala yang menyebabkan produksi PGE Area Ulubelu belum mencapai terget. Walaupun secara reliability, Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) Unit 3&4 milik PGE berjalan baik. Begitu pun dengan sumur-sumur panas buminya tidak bermasalah dalam memproduksi uap. Hambatan terletak pada suplai uap ataupun listrik kepada buyer tunggal yang tidak bisa dilakukan secara maksimal sesuai dengan kapasitas terpasang. Hal ini, karena sang buyer memberlakukan pengaturan beban pada pembangkit listrik. Yaitu, pada jam-jam konsumsi turun PGE Area Ulubelu juga diminta untuk ikut menurunkan produksi sesuai dengan tingkat konsumsi yang berfluktuasi.
Secara umum produksi listrik di Lampung masih kekurangan, beban puncak berada di level 900 Megawatt (MW), sedangkan ketersediaan listrik baru mencapai 800 MW. Namun pada kondisi puncak sekalipun, tidak bisa terserap hingga 900 MW, hal ini dikarenakan ketersediaan listrik pada kondisi peak dibantu oleh Sumbagsel melalui jaringan interkoneksi. “Kondisi puncak terjadi pada pukul 18 sampai pukul 23, setelah itu konsumsinya turun,” imbuh Dirgo. Hal tersebut terjadi karena 60 persen lebih pelanggan PLN di provinsi Lampung termasuk segmen rumah tangga, sementara konsumen dari sektor industri yang membutuhkan listrik 24 jam nonstop belum dominan. Demikian pula pada season tertentu, seperti ketika liburan atau akhir tahun, banyak masyarakat bepergian sehingga pemakaian listrik turun. “Pada saat konsumsi listrik turun seperti itu kami kerap ditelepon dan diminta untuk menurunkan produksi,” papar Dirgo.
Faktor lain yang sangat berperan terhadap upaya pencapaian target adalah overhaule PLTP Unit 1 milik mitra. Rencana awal hanya 40 hari, namun realisasinya mundur menjadi 85 hari. “PLTP dengan kapasitas 55 MW berhenti bekerja hampir 3 bulan, Januari-April 2018. Sebenarnya, kami sudah memperhitungkan untuk 40 hari, tetapi kenyataannya hingga 85 hari. Kasus tersebut berkontribusi signifikan terhadap pencapaian target. Prognosa manajemen, sampai akhir tahun raihan target sekitar 97-98%.
Meski target produksi terkendala, namun kinerja keuangan cukup menggembirakan, karena di atas target. Hal tersebut terjadi karena untuk menghitung pendapatan menggunakan rumus yang mengacu pada Price Producer Index (PPI) dari AS. “Cara menghitungnya dengan membandingkan antara US PPI saat transaksi dengan sebelum commercial on date (COD). Pada kondisi tertentu pendapatan bisa meningkat karena perbandingan itu,” ujar Dirgo. Ia menyontohkan, seperti saat ini ketika US$ naik terhadap Rupiah maka pendapatan meningkat karena perbedaan nilai tukar tersebut. Selain itu, naiknya nilai kurs US$ juga meningkatkan profit, karena pembiayaan operasional sehari-hari menggunakan rupiah, sementara pendapatan yang diperoleh dalam US$ sehingga profit ikut meningkat.
Saat ini kapasitas terpasang PGE Area Ulubelu yang berlokasi di Kabupaten Tanggamus, Lampung, sebesar 220 MW. Maka, Ulubelu merupakan salah satu lumbung pemasok energi listrik untuk Provinsi Lampung. Kontribusi listrik panas bumi dari Ulubelu terhadap kebutuhan lisrik pada beban puncak di Provinsi Lampung (800-900 MW) sekitar 25%. “Mudah-mudahan listrik dari geothermal ini bisa menjadi backbone bagi kelistrikan di Provinsi Lampung. Masyarakat pun semakin merasakan keberadaan Ulubelu dari kenyataan kasus byar-pet listrik di Lampung sudah jauh menurun, walaupun belum bisa hilang sama sekali,” papar Dirgo menutup perbincangan.•DIT. HULU