SIGI - Masih terbayang di benak Yohana Putriadi saat terjadinya gempa yang menimpa Kabupaten Sigi pada 28 September 2018 lalu. Yohana yang berprofesi sebagai bidan dan memiliki tempat praktik saat itu sedang tidak berada di rumah. Ia sedang berada di rumah penduduk untuk mendata program pemerintah Keluarga Sehat.
Betapa takutnya ia bersama warga lain sambil berteriak ‘Gempa, gempa, gempa’ secara berulang berharap dapat memberikan peringatan kepada warga lain untuk segera mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Ia sendiri mencoba keluar dari rumah warga tersebut, namun terjatuh beberapa kali. Bangun, jatuh, bangun lagi, dan terjatuh lagi. Itulah yang ia rasakan saat gempa berkekuatan 5,9 skala richter dan disusul 7,4 skala richter mengguncang Kota Palu, Donggala, termasuk Sigi. Meski begitu, ia berusaha tetap tenang dan mencoba meneriaki warga lain untuk tiarap dan jangan berdiri apalagi berlari dalam keadaan gempa.
“Gempa kemarin kebetulan saya berada di luar rumah, saya sedang di rumah penduduk untuk pendataan Keluarga Sehat. Begitu sementara mendata, saya bilang kepada mereka, ‘Pak seperti mau gempa ini’. Akhirnya kita bergegas keluar. Kita baru sampai di pintu keluar rumah, saya langsung jatuh, jadi saya bangun lagi, saya jatuh lagi. Di situ saya langsung berteriak kepada orang-orang di sekitar saya itu ‘Jangan berdiri, tidur, tiarap’. Yang penting kita sudah jauh dari rumah dan pohon,” ujar wanita berusia 46 tahun itu saat menceritakan kisahnya kepada Tim Energia.
Yohana bisa dikatakan wonder woman bagi desanya. Ia tidak berencana sedikit pun untuk mengungsi ke tempat lain yang jauh lebih aman. Sebab Yohana ingin mengabdikan dirinya untuk membantu korban gempa di desa tempat ia tinggal, yaitu Desa Watabula, Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi.
“Saya tidak ikut mengungsi karena saya memikirkan masyarakat sini banyak yang luka-luka. Kalau saya ikut mengungsi juga, bagaimana mereka mau berobat. Selagi saya bisa membantu warga yang butuh tenaga saya, saya siap untuk membantu,” ujarnya.
Dedikasinya terhadap masyarakat desanya patut diacungi jempol. Namun kadang ia tidak dapat berbuat banyak ketika kehabisan stok obat-obatan seperti antibiotik dan lainnya untuk mengobati warga yang banyak mengalami luka-luka.
Beruntung Pertamina mampu menembus area desa tersebut dan membuka posko kesehatan secara mobile. Kemampuannya mengobati warga didukung oleh Pertamina yang selalu sigap memberikan obat-obatan. Sesekali ia pun ikut membantu tim medis dari Pertamina untuk membantu warga yang mengalami keluhan kesehatan.
“Usai gempa saya harus memberikan antibiotik ke warga yang luka-luka. Kendalanya, tidak ada obat untuk menghilangkan rasa sakit, tekanan darah yang naik, sakit ulu hati. Yang ada kebanyakan obat-obatan untuk luka-luka saat kecelakaan. Saat itu belum ada yang membawa obat-obatan. Saya berterima kasih karena Pertamina mau memberi dan meninggalkan obat-obatan kepada saya untuk stok. Siapa tau setelah ini ada masyarakat yang masih membutuhkan obat, seperti antibiotik dan lainnya, saya bisa membantu,” jelasnya.
Ibu dari dua anak ini berharap tim medis Pertamina dapat sering berkunjung ke desanya untuk mengecek kesehatan masyarakat.
“Semoga Pertamina dapat rutin meninjau masyarakat di sini. Nanti saya juga mencoba ke puskesmas siapa tahu bisa dapat obat dari situ. Saya bersyukur tim medis Pertamina bisa melayani kita di tempat ini. Terima kasih banyak atas jerih lelah mereka untuk kita,” pungkasnya.•DK/TRISNO