JAKARTA - Pertamina terus melakukan langkah inisiatif dalam transisi energi dengan memperhatikan pemenuhan energi bersih dan terjangkau, serta merespon isu perubahan sosial. Hal tersebut dikatakan oleh Vice President CSR & SMEPP Pertamina Arya Dwi Paramita dalam acara webinar dengan tema "The Rise of Corporate Ethics: How Compenies in ASEAN are Balancing Purpose, Profit, and People" yang diselenggarakan oleh ASEAN University Network pada Rabu, 24 Maret 2021.
Arya mengatakan, hal tersebut sesuai dengan kebijakan pemerintah untuk menciptakan energi yang ramah lingkungan. Ia percaya untuk menyukseskan transisi energi, Pertamina perlu memperkenalkan potensi energi baru yang dapat diperbaharui di daerah sekitar.
“Dalam Rencana Energi Nasional, porsi energi baru terbarukan ditargetkan mencapai 23 persen pada tahun 2025 dan 32 persen pada tahun 2050. Pertamina sebagai perusahaan energi akan memberikan kontribusi yang tinggi untuk mencapai target tersebut,” ujar Arya.
Di bawah skema pengembangan masyarakat, Pertamina berhasil mengembangkan masyarakat untuk memahami dan memanfaatkan energi potensial, seperti biogas, matahari, angin, dan mikrohidro.
Ia juga meyakini bahwa setidaknya ada enam nilai tambah yang bisa diciptakan seperti Energy Substitute untuk mengurangi penggunaan gas bersubsidi, efisiensi biaya energi, kesempatan kerja, dan peningkatan kapasitas produksi menjadi multiplier effect bagi usaha kecil, seperti industri rumah tangga.
“Penggunaan energi terbarukan juga berkontribusi pada program hutan lestari. Tentunya terkait perubahan iklim, pemanfaatan energi baru terbarukan biogas (gas metan) dari kotoran ternak dan sampah dapat mengurangi dampak emisi gas rumah kaca,” jelas Arya.
Pertamina telah melakukan beberapa inisiatif menuju green energy, seperti pengembangan , solar energy, biofuel, electric vehicle charging dan Dimethyl Ether.
“Potensi Indonesia menuju green energy sangat besar. Banyak sekali daerah di Indonesia yang berpotensi untuk energi panas bumi, juga energi matahari,” pungkasnya. *IDK/AP/HM