13 November 2021 – PT Pertamina (Persero) telah melaksanakan empat program berdasarkan pendekatan adaptasi dan mitigasi aspek Environmental, Social, dan Governance(ESG), untuk mendukung program kampung iklim pemerintah dalam pengurangan emisi karbon.
“Dalam melaksanakan program kampung iklim, Pertamina memfasilitasi multistakeholder dan kolaborasi multilevel dalam mengimplementasikan aksi iklim yang konkrit di tingkat lokal, terutama di setiap desa terdekat dari wilayah operasi kami,” kata Corporate Secretary Pertamina Brahmantya Satyamurti Poerwadi dalam talkshow online yang diadakan di Paviliun Indonesia di sela-sela Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP26) ke-26 di Glasgow, Selasa.
Empat pendekatan yang dilakukan Pertamina adalah penghijauan untuk meningkatkan dan mempertahankan vegetasi, pengelolaan limbah, pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) serta budidaya pertanian dengan emisi gas rumah kaca yang rendah untuk mencegah kebakaran lahan dan hutan.
Bekerjasama dengan masyarakat dan pemerintah daerah, Pertamina telah menanam lebih dari 300.000 mangrove serta telah berhasil mendukung kemandirian ekonomi melalui program ekowisata yang telah memberikan dampak sosial ekonomi yang positif kepada lebih dari 3.000 penerima manfaat,” tegas Poerwadi, seraya menambahkan bahwa program tersebut menghasilkan pendapatan kelompok Rp900 juta per tahun.
Program penghijauan tersebut membuktikan komitmen Pertamina dalam mencapai Sustainable Development Goals(SDGs), khususnya poin ke-15, yaitu perlindungan, restorasi, dan peningkatan ekosistem yang berkelanjutan, pengelolaan kelestarian hutan, restorasi lahan, dan konservasi keanekaragaman hayati.
Sesuai dengan kompetensi intinya di bidang energi, Pertamina mengambil kesempatan untuk meningkatkan kesadaran dan mengintensifkan pemanfaatan potensi sumber EBT yang ada di masyarakat.
Hal ini bertujuan untuk membangun kemandirian energi di tingkat masyarakat serta mengembangkan ekonomi dan penciptaan nilai bagi masyarakat, katanya.
“Sumber energinya bermacam-macam, mulai dari matahari, angin, dan air yang telah tersedia di alam dan mudah ditemukan oleh masyarakat di sekitarnya,” jelasnya.
Program ini telah menghasilkan lebih dari 4 juta watt-peaklistrik tenaga surya dan pendapatan ekonomi senilai hampir Rp200 juta per tahun.
Pertamina juga meningkatkan kompetensinya dalam pengelolaan limbah dengan mengubah limbah menjadi energi. Melalui program ini, Pertamina mengembangkan pemanfaatan biogas untuk kebutuhan memasak dan listrik, serta mengubah minyak jelantah menjadi bahan bakar nabati. “Program ini dilaksanakan di sejumlah daerah. Pemanfaatan lebih dari 400.000 meter kubik gas metana per tahun diperkirakan akan memberikan nilai tambah bagi lebih dari 5.000 orang,” jelas Poerwadi.
Di sektor pertanian, Pertamina dan masyarakat di wilayah Sumatera membuat program terobosan unik dengan memberdayakan kelompok-kelompok pemadam kebakaran. Program yang dilakukan meliputi pengembangan teknologi pemadaman kebakaran hutan dan lahan, serta pembudidayaan tanaman produktif di lahan gambut.
“Dengan adanya kegiatan ini, masyarakat telah berhasil melakukan langkah-langkah pencegahan kebakaran hutan. Selain itu, Pertamina juga membantu masyarakat untuk mengembangkan pertanian terpadu,” ungkapnya.
Melalui program yang dilaksanakan di beberapa wilayah operasi dengan total luas lebih dari 100 hektar, Poerwadi mengatakan bahwa program tersebut berdampak positif bagi lebih dari 1.000 penerima manfaat dan juga meningkatkan kelompok pendapatan dengan nilai total lebih dari Rp900 juta per tahun.
“Kami percaya bahwa untuk mencapai target aksi iklim, semua elemen di berbagai tingkatan harus bahu-membahu membangun ketahanan iklim dan meminimalkan emisi gas rumah kaca,” katanya.
Indonesia memiliki target untuk menciptakan 20.000 kampung iklim pada tahun 2024, yang dapat mendorong masyarakat meningkatkan ketahanan iklim melalui aksi adaptasi dan berkontribusi dalam pengurangan emisi gas rumah kaca melalui mitigasi.