Dutch Disease |
Dutch Disease, merupakan istilah yang diperkenalkan oleh The Economist pada tahun 1977 untuk menggambarkan pelemahan sektor manufaktur di Belanda, setelah ditemukan cadangan gas di Groningen, yang merupakan cadangan gas terbesar di Eropa. Secara mudah, Dutch Disease dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan di sektor tertentu (booming sector), yang biasanya bersumber dari ekstraksi sumber daya alam atau produksi tanaman komoditas, dapat menyebabkan melemahnya sektor lain (lagging sector), seperti sektor manufaktur atau pertanian.
Sektor manufaktur atau pertanian melemah, karena arus modal (baik dari luar maupun dalam negeri) dan tenaga kerja yang berpindah ke sektor ekstraktif atau perkebunan. Lebih jauh, tumbuhnya sektor ektraktif atau perkebunan, meningkatkan nilai ekspor yang cenderung mendorong penguatan mata uang negara tersebut dibanding negara lain. Hasilnya adalah, meningkatnya nilai impor, karena mata uang asing dinilai lebih murah dibandingkan dengan mata uang sendiri. Dan dengan meningkatnya impor akan lebih memperlemah sektor manufaktur dan pertanian dalam negeri.
Negara-negara penghasil migas rentan terhadap fenomena tersebut, khususnya negara berkembang. Mereka terlena karena besarnya pendapatan dari migas, terlebih ketika harga minyak sedang tinggi dan tidak menyisihkan sebagaian penghasilan tersebut dana yang dapat dikembangkan (sovereign wealth fund). Sebagai contoh adalah yang saat ini terjadi di Venezuela. Sejak jatuhnya harga minyak di tahun 2014, pendapatan ekspor minyak Venezuela menurun, padahal ekspor minyak mencapai sekitar 98 persen dari total pendapatan ekspor negara tersebut.
Produksi minyaknya pun terus menurun sejak 2014, disinyalir karena PDVSA (perusahaan migas nasional Venezuela) kesulitan likuiditas yang berakibat terganggunya produksi dan tidak adanya investasi untuk mempertahankan serta meningkatkan produksi minyak. Bahkan PDVSA dalam posisi gagal bayar (default) dengan total pinjaman sebesar US$34,6 milyar. Pertumbuhan ekonomi Venezuela telah mengalami menurunan sejak tahun 2013. Sejak harga minyak turun, ekonomi negara itu berkontraksi bahkan mencapai -16,5% di 2016. Banyak yang mengecam pemerintahan yang otoriter, yang salah dalam mengelola ekonomi dengan memberikan banyak subsidi dan memberikan bantuan produk minyak kepada negara sekutunya.
Akankah Venezuela menjadi lebih terpuruk?
Sumber : Investor Relations – Corporate Secretary
Untuk komentar, pertanyaan dan permintaan pengiriman artikel Market Update via
email ke pertamina_IR@pertamina.com