Military Plans on China’s Belt Road Initiative
|
Perkembangan Belt Road Initiative (BRI) milik pemerintah Tiongkok kembali menjadi fokus perhatian dunia. Setelah sebelumnya BRI dianggap sebagai bagian dari “jebakan hutang” yang akan menjerat negara-negara di dalamnya, kali ini inisiatif kerja sama peningkatan ekonomi kawasan tersebut diindikasikan memiliki rencana tersembunyi, yakni penguasaan wilayah berbasis militer. Mengutip laporan bertajuk Harbored Ambitions yang dirilis oleh Center for Advanced Defense Studies (C4ADS), sebuah lembaga nonprofit bidang keamanan trans-nasional yang berbasis di Amerika Serikat, kegiatan BRI sudah tidak lagi relevan disebut sebagai win-win solution dalam kerja sama perdagangan bagi para negara peserta seperti yang sering dipublikasikan oleh pemerintah Tiongkok. Berdasarkan analisa C4ADS, skema bisnis BRI dalam pengembangan pelabuhan menjadi salah satu indikasi bahwa Tiongkok berencana meningkatkan eksistensinya melalui penyebaran armada angkatan lautnya di negara-negara yang menjadi mitra BRI.
Salah satu contoh adalah pendirian pangkalan militer oleh The Chinese People's Liberation Army (PLA) di pelabuhan Doraleh, Djibouti pada tahun 2017. Keberadaan pangkalan militer Tiongkok di Djibouti disinyalir sebagai bagian dari strategi pengamanan perniagaan Tiongkok di kawasan Afrika Timur, disamping meningkatkan pengaruh politiknya di wilayah tersebut. Analis C4ADS juga menyatakan bahwa target Tiongkok berikutnya adalah memperluas keberadaan pangkalan militer ke Pelabuhan Gwadar di Pakistan dan Pelabuhan Kota Kinabalu di Malaysia. Pergerakan tersebut dianggap mampu mengubah peta politik dan ekonomi di kawasan Indo-Pacific.
Berdasarkan grafik persentase kepemilikan ekuitas Tiongkok hasil penelusuran 4ADS, sebaran investasi Tiongkok melalui BRI sudah dilakukan di sembilan pelabuhan strategis yang tersebar di negara-negara Indo-Pacific. Melihat dari nilai persentasenya yang sangat massif, Tiongkok memiliki kontrol penuh atas pengelolaan bisnis pelabuhan-pelabuhan tersebut yang membuatnya mampu melakukan apa saja yang mereka inginkan, termasuk mengubah fungsi pelabuhan menjadi pangkalan militer. Terobosan Tiongkok melalui investasi infrastruktur pelabuhan ini sudah beberapa kali memancing perseteruan antara pemerintah Tiongkok dengan Amerika Serikat. Salah satunya pernyataan keras dari pejabat senior di Pentagon yang menyebutkan bahwa BRI adalah cara Tiongkok untuk memperluas kekuasaan militer dan bukan lagi sebagai strategi peningkatan kualitas perekonomian kawasan.
Lalu, bagaimana dengan posisi Indonesia di tengah riuhnya BRI? Berdasarkan pernyataan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati yang dikutip dari Reuters (3/7/2019), hingga saat ini pemerintah Indonesia masih melakukan kajian spesifik terkait BRI dan masih belum menentukan kapan tepatnya akan bergabung ke dalam kesepakatan ekonomi Tiongkok tersebut.
Sumber : Investor Relations – Corporate Secretary
Untuk komentar, pertanyaan dan permintaan pengiriman artikel Market Update via
email ke pertamina_IR@pertamina.com