Buleleng, Bali, 26 September 2019 – Desa Bengkala merupakan salah satu desa kecil di Kabupaten Buleleng, Bali, yang berjarak 100 km dari ibukota Denpasar atau sekitar 15,6 km dari Kota Singaraja, ibukota Buleleng. Desa yang berpenduduk sekitar 3.000 orang ini, memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki desa lain di dunia, dengan hadirnya komunitas Kolok yang jumlahnya sekitar 43 orang.
Kolok dalam bahasa Bali artinya tuli – bisu, karena dari jumlah penduduk desa Bengkala, sebanyak 2 persen lahir dalam keadaan tuli – bisu. Desa Bengkala pun tercatat merupakan salah satu desa yang memiliki komunitas Kolok tertinggi di dunia, sehingga terkadang desa ini disebut juga Desa Kolok.
Komunikasi sesama komunitas Kolok dilakukan dengan bahasa isyarat. Uniknya lagi, bahasa isyarat yang digunakan Komunitas Kolok memiliki keistimewaan tersendiri, karena berbeda dengan bahasa isyarat di komunitas masyarakat lainnya. Komunitas Kolok menggunakan sign lokal, yang asalnya dari bahasa ibu yang berbeda dengan sign dari Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia) atau ISL (International Sign Language).
Masyarakat Desa Bengkala hidup berdampingan dengan rukun, termasuk dengan komunitas Kolok. Tidak ada diskriminasi dari warga Desa Bengkala terhadap komunitas Kolok. Mereka saling menghargai. Bahkan masyarakat di luar komunitas Kolok, sengaja diajarkan bahasa isyarat sejak kecil, agar dapat berkomunikasi dengan orang-orang Kolok. Kini, Hampir 80 persen masyarakat Bengkala, sudah bisa bahasa Kolok.
Sebagai desa adat yang berlokasi di wilayah terpencil, kondisi kehidupan komunitas Kolok, cukup memprihatinkan. Mereka pada umumnya menempati rumah yang hanya berukuran 3x3 meter, berlantai tanah, dan tanpa dinding. Tingkat pendidikan juga masih rendah, karena sebagian tidak bisa menulis dan membaca. Secara ekonomi, mereka rata-rata bekerja serabutan seperti buruh tani, penggali kubur, berladang, beternak serta pemasang pipa air desa. Rata-rata pendapatan mereka sekitar Rp 450 ribu per bulan, jauh di bawah UMK Buleleng yang lebih dari Rp 2 juta.
Mimpi Komunitas Kolok
Seperti halnya masyarakat desa Bengkala dan desa lainnya di Indonesia, Komunitas Kolok juga memimpikan kesejahteraan dalam kehidupannya. Mereka ingin rumahnya layak dan nyaman, penghasilan yang meningkat, bisa mengenyam pendidikan dan sejumlah mimpi-mimpi lainnya.
Mimpi tersebut, kini mulai terwujud menjadi kenyataan setelah Pertamina menggagas Kawasan Ekonomi Masyarakat (KEM) Kolok Bengkala pada tahun 2015. KEM Bengkala dirancang selama lima tahun, sehingga tahun 2020 diharapkan komunitas Kolok khususnya dan Desa Bengkala bisa tumbuh maju dan mandiri.
Unit Manager Communication & CSR Pertamina MOR V, Rustam Aji, menyatakan, untuk mendukung kemajuan KEM Bengkala, dalam tiga terakhir, Pertamina melalui DPPU Ngurah Rai telah menggelontorkan dana sekitar Rp 1,31 Miliar.
“KEM Kolok Bengkala diharapkan akan mewujudkan mimpi masyarakat Kolok agar bisa mandiri dan sejahtera, serta maju baik dalam bidang ekonomi, pendidikan maupun kesehatan masyarakatnya,” ujar Rustam.
Dengan kehadiran KEM tersebut, komunitas Kolok mendapatkan bantuan berupa pembangunan rumah yang layak huni.
“Pertamina juga membangun dua buah embung besar sebagai sumber air bersih, sarana ibadah, balai warga dan balai bengong tempat bertukar pikiran antar warga sehingga kehidupan sosial akan lebih terjalin,” imbuh Rustam.
KEM Kolok Bengkala pertama kali dibangun di atas lahan seluas sekitar 3 hektar milik I Wayan Sandi, di Dusun Kelodan, sehingga KEM ini sering juga disebut dengan KEM I Kelodan. Kini KEM juga dikembangkan di Dusun Banjar Kajanan.
Berbagai fasilitas yang dibangun di area KEM, antara lain bale bengong (gazebo), wantilan (gazebo utama), bale tenun, dapur, rumah adat Kolok, rumah pemilik lahan, kamar mandi, sumur penampung air, kandang-kandang untuk hewan ternak dan lahan untuk menanam sayur di musim penghujan.
Masyarakat Kolok pun diberikan pelatihan berbagai keterampilan sehingga bisa menghasilkan berbagai produk bernilai ekonomi. Pelatihan berbasis ekonomi antara lain pelatihan pembuatan kain tenun Bengkala; pelatihan produksi jamu Sari Kunyit Bengkala (Sakuntala); pelatihan batik lukis Bengkala dan berbagia pelatihan lainnya. Komunitas Kolok juga diberikan pelatihan sebagai kearifan lokal seperti pembuatan dupa dan piring Bali.
“Pertamina juga turut serta mengentaskan buta huruf dengan program Aksara Kolok Kelih bagi komunitas Kolok yang sudah dewasa serta program pendidikan SMP pra inklusi, bagi pelajar,” papar Rustam.
Hasil utama dari komunitas Kolok adalah kain tenun Bengkala (Nundeka) yang sudah dikenal hingga ke mancanegara. Kini, komunitas Kolok pun telah mampu menghasilkan berbagai produk unggulan seperti Ingke atau piring Bali yang berbahan dasar lidi dan Dupa Harum dari abu dingin.
Koordinator KEM Kolok Bengkala I Ketut Kanta sangat bersyukur Pertamina hadir memberikan pendampingan kepada komunitas Kolok. Menurut Kanta, mereka tadinya tidak pernah merasakan jenjang pendidikan resmi dan mencari nafkah seadanya sekarang sudah banyak berubah.
“Kami sangat berterima kasih sekali kepada Pertamina karena komunitas Kolok menjadi lebih terbuka untuk belajar hal-hal baru, mau bergaul dengan masyarakat lain di luar Kolok, serta lebih kreatif untuk berkarya sehingga perekonomian lebih meningkat," ungkap Kanta.*
Ia berharap, Pertamina terus memberikan pembinaan kepada mereka, terutama dalam hal pemasaran produk. "Sekarang, kami memerlukan jaringan yang lebih luas untuk memasarkan produk-produk yang dihasilkan komunitas Kolok Bengkala. Tujuannya, agar dana usaha dapat bergulir," tuturnya.
Kanta mengakui, kini KEM Kolok Bengkala telah menjadi wadah bukan hanya bagi komunitas Kolok untuk mewujudkan mimpi-mimpinya, tetapi juga masyarakat Desa Bengkala serta desa-desa di sekitarnya. KEM Kolok Bengkala, menjadi role model pengembangan masyarakat adat, dengan tetap mempertahankan keunikan dan kearifan lokal.
Hal ini, menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan, baik wisatawan domestik maupun mancanegara. KEM Kolok Bengkala juga menjadi tempat studi banding para pemerhati seni dan budaya serta pemerhati bahas Kolok dari berbagai negara. **