PT. Pertamina Geothermal Energy (“PGE”) sebagai penerus dari PT. Pertamina (Persero) diberikan mandat oleh Pemerintah sebagai motor penggarap dalam pengembangan panas bumi. Menjawab tantangan ini, PGE berkomitmen penuh untuk terus meningkatkan kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (“PLTP”) di Indonesia. Dalam mendukung pengembangan PLTP, PT. Pertamina (Persero) sebagai induk perusahaan dari PGE menempatkan geothermal dalam salah satu prioritas strategis di sektor hulu.
Saat ini, Indonesia, dengan berbekal total kapasitas terpasang panas bumi sebesar 1.949,5 MW, berada di posisi kedua di dunia tepat di bawah Amerika Serikat yang memiliki total kapasitas terpasang panas bumi 3.639 MW. Dan kontribusi PGE dalam pencapaian ini termasuk yang paling besar secara badan usaha tunggal, dengan kapasitas terpasang sebesar 617 MW, disusul oleh Star Energy Geothermal Salak, sebesar 377 MW, Sarulla Operations, Ltd., sebesar 330 MW, Star Energy Geothermal Darajat II, Ltd., sebesar 271 MW, Star Energy Geothermal, sebesar 227 MW, Geo Dipa Energi, sebesar 115 MW, dan PLN sebesar 13 MW.
Pertamina, yang kemudian dilanjutkan oleh PGE, juga merupakan pionir pengembangan panas bumi di Indonesia, dimana salah satu lapangannya yaitu Area Kamojang, telah beroperasi selama 35 tahun dengan kapasitas terpasangn yang terus meningkat, dimulai dengan 30 MW di tahun 1983, menjadi 617 MW di tahun 2018, dan direncanakan akan bertambah 55 MW menjadi 672 MW di tahun 2019 dengan beroperasinya PLTP Lumut Balai Unit 1.
“Sebagai garda terdepan dalam pengembangan panas bumi di Indonesia, kontribusi PGE ini akan terus ditingkatkan pada tahun-tahun mendatang melalui beberapa proyek yang sedang dilaksanakan diantaranya proyek panas bumi di Lumut Balai di Sumatera Selatan, Hululais dan Hululais Extention (Bukit Daun) di Bengkulu dan Sungai Penuh di Jambi, dimana total kapasitas terpasang panas bumi yang ditargetkan PGE pada tahun 2025 adalah sebesar 1057 MW, dimana pada di tahun tersebut artinya PGE telah melakukan penghematan penggunaan bahan bakar fosil sebesar 51,7 MBOEPD dan telah memberikan kontribusi pengurangan emisi karbon sebesar 5,5 juta ton CO2 per tahun, dan total investasi yang akan dibelanjakan PGE mulai tahun 2019 sampai dengan 2025 adalah sebesar 2,6 miliar dolar AS” ungkap Ali Mundakir, Direktur Utama PGE. Kondisi ini telah membawa PGE meraih penghargaan Dharma Karya ESDM Madya dari Kementerian ESDM yang langsung diserahkan oleh Menteri ESDM pada September 2018, tambah Ali.
Komitmen PGE dalam mengembangkan energi bersih panas bumi dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat disamping mandat untuk memberikan keuntungan yang terbaik bagi Pertamina. Dengan tumbuh dan berkembang bersama masyarakat, PGE berhasil membukukan laba bersih di tahun 2018 12% lebih tinggi dari tahun 2017. Komitmen PGE dalam menjaga lingkungan dan pemberdayaan masyarakat membawa PGE meraih PROPER Emas 8 kali berturut-turut sejak tahun 2011 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan PGE menjadi satu-satunya perusahaan panas bumi yang meraih PROPER Emas 8 kali berturut-turut, ungkap Ali.
Di tahun 2019, Ali menambahkan, dengan peningkatan kapasitas terpasang dari 617 MW menjadi 672 MW, PGE mentargetkan peningkatan produksi dari 4.181 GWh menjadi 4.551 GWh. Beberapa terobosan inisiasi juga direncanakan akan dilakukan oleh PGE di tahun 2019, diantaranya inisiasi program optimalisasi pemanfaatan energi panas bumi di eksisting area, salah satunya dengan pengembangan small scale power plant, inisiasi portfolio pemanfaatan langsung panas bumi, seperti untuk proses pengolahan makanan dan minuman, kosmetik, serta yang tak kalah penting adalah inisiasi tindak lanjut pemanfaatan jaringan bersama. “Secara peraturan, pemanfaatan jaringan bersama ini telah diatur dan dimungkinkan oleh Pemerintah dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, dan apabila pemanfaatan jaringan bersama ini dapat terlaksana dengan baik maka PGE dapat memberikan dukungan supply listrik secara optimal kepada unit bisnis Pertamina sehingga dapat menghemat penggunaan energi fosil dan cadangan devisa negara” tegas Ali.
Ali Mundakir mengungkapkan obsesinya dalam upaya mewujudkan infrastruktur kelistrikan di Tanah Air, “panas bumi minimal dapat memenuhi target bauran energi yang telah ditetapkan dalam kebijakan energi nasional sebagaimana tertuang dalam PP No. 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, dan panas bumi dapat menjadi based load energi listrik di Indonesia, sehingga Indonesia negara yang mempunyai kemandirian energi yang berkelanjutan bersumber pada energi bersih”.