Jakarta, 9 Juni 2021 – PT Pertamina (Persero) secara konsisten menjalankan restrukturisasi perusahaan yang membentuk holding dan 6 subholding. Selama hampir 1 tahun masa restrukturisasi, langkah tersebut telah menunjukkan manfaat positif dengan operasional yang terintegrasi dan lebih efisien.
Keenam Subholding yang mengelola bisnis inti tersebut yakni Upstream Subholding, Refining & Petrochemical Subholding, Commercial & Trading Subholding, Gas Subholding, Power & NRE Subholding, dan Shipping Subholding telah fokus mengelola bisnis dan aset perusahaan sesuai lingkup masing-masing.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati menjelaskan restrukturisasi telah menghasilkan struktur korporasi yang lebih padat, sehingga span of control dan pengelolaan anak perusahaan yang dilakukan Pertamina menjadi lebih optimal. Pada tingkat holding, pasca restrukturisasi organisasi yang sebelumnya 11 direktorat, saat ini hanya 5 direktorat, sehingga organisasi lebih lean dan pengambilan keputusan lebih cepat dan efisien.
“Terjadi stream lining, sehingga kita pun lebih mudah dalam melakukan pengelolaan dan menyusun rencana strategis untuk seluruh bisnis pertamina group,” kata Nicke.
Sebagai BUMN yang bergerak di bidang Migas, lanjut Nicke, Pertamina tetap bertanggung jawab menjalankan tugas dan peran sesuai dengan UU Energi dan UU BUMN. Namun, secara bisnis dengan adanya restrukturisasi nilai perusahaan harus meningkat dan pada saat bersamaan tetap berkomitmen menjalankan penugasan Pemerintah.
“Operasional diturunkan ke anak perusahaan atau ke subholding, maka holding ini lebih fokus ke bagaimana kita mengembangkan bisnis ke depan. Transisi energi dari fosil fuel akan bergerak ke new and renewable energy atau green environment. Inilah yang menjadi tugas besar di holding, bagaimana menjalankan itu paralel dengan memperkuat bisnis yang ada,” imbuh Nicke.
Nicke menambahkan, dalam pengembangan bisnis ke depan, sepanjang 2020 hingga 2024, Pertamina merencanakan investasi sebesar US$ 92 miliar. Dengan struktur lebih ramping dan kewenangan holding dan subholding yang lebih jelas, proses pengambilan keputusan untuk investasi lebih ringkas, perusahaan dapat memangkas biaya operasional dan melakukan penghematan biaya investasi, salah satunya melalui integrasi proses bisnis dari hulu sampai hilir.
Seperti salah satu contoh di sektor hulu, pada pengelolaan wilayah kerja (WK) hulu, Pertamina juga melalui anak usahanya terus meningkatkan produksi atau lifting yang ditargetkan Pemerintah. Sebelumnya, WK melakukan perencanaan dan pengadaan masing-masing, pasca restrukturisasi dapat terintegrasi seperti pengadaan rig dilakukan hanya 1 kali sehingga lebih cepat. Begitu pula pengelolaan resources, Sebelumnya, dengan pengelolaan WK terpisah, ada batas cadangan potential reserve yang tidak dikelola karena berada di perbatasan.
"Dengan pengelolaan WK pada 1 hamparan, saat ini di Regional Kalimantan Timur ada tambahan cadangan 50 juta Barrel Oil Equivalent (BOE) dan potensi eksplorasi 200 juta BOE di Laut Jawa," ungkap Nicke.