Cilacap, 11 Juni 2021 – Di sebuah pekarangan samping rumah, terlihat dua perempuan tua yang dengan tekun dan terampil meneteskan cairan malam dalam canting. Tetesan cairan malam mengalir pelan dan dengan rapi mengikuti pola di selembar kain putih demi menghasilkan motif batik.
Proses berikutnya, satu persatu kain yang sudah terlukis pola batik itu dibawa ke tempat pewarnaan, tak jauh dari tempat membatik. Pewarnaan dilakukan dengan proses pencelupan ke cairan khusus pewarna batik hingga mendapatkan warna yang sempurna sesuai karakter setiap motif.
Begitulah pemandangan sehari-hari yang terlihat di rumah Rosita Trisiyani (30), pemilik usaha batik di Desa Klumprit, Kecamatan Nusawungu, Kabupaten Cilacap. Rumahnya yang berada di Dusun Banjar Waru RT 3 RW 4, sekaligus menjadi ide nama usahanya, batik Sekar Waru. “Orang-orang sini lebih mengenal batik Klumprit, atau batik Sewaru,” katanya.
Batik Sekar Waru berdiri sejak 2015 dengan misi mengumpulkan potensi warga setempat yang sudah memiliki keterampilan membatik. “Kebetulan para wanita di dusun ini sebagian sudah bisa membatik. Mereka belajar keterampilan membatik secara turun-temurun. Potensi itulah yang saya kumpulkan,” ungkapnya.
Sebelumnya, kata Rosita batik hasil karya warga Dusun Banjarwaru ini hanya sampai pada tahap pembuatan motif. Sedangkan tahap pewarnaan harus dibawa ke Yogyakarta. “Setelah itu baru dikirimkan kembali ke pembuatnya. Lalu dijual di pasar-pasar tradisional. Resikonya kalau tidak laku, ya dibawa pulang lagi,” ujarnya.
Lanjut Rosita, pada awalnya ia hanya memberdayakan dua orang tetangganya dalam usaha ini. “Saya dibantu suami dan dua orang pembatik. Lalu hasilnya saya tawarkan ke kantor, dinas, maupun sekolah. Yang namanya baru memulai, tidak langsung laku. Apalagi ini batik tulis, yang harganya jelas lebih mahal dari batik cap,” jelasnya.
Namun, ibu dari satu orang ini adalah sosok yang pantang menyerah. Ia terus berjuang memasarkan batik khas Desa Klumprit, yang disebut menjadi batik tertua di Kabupaten Cilacap. Batik yang ia tawarkan memiliki ciri khas dan corak asli Desa Klumprit secara turun-temurun, seperti Klabang Bures, Parang Angking, Truntun, Parang Kembang, Kawung, dan lain-lain. “Saya juga kombinasikan dengan motif kekinian, namun tetap mempertahankan motif asli,” lanjutnya.
Kerja kerasnya secara perlahan membuahkan hasil menggembirakan. Respon pasar terhadap batik khas Desa Klumprit semakin positif, terlebih sejak masuknya Program Kemitraan Pertamina Refinery Unit wilayah Cilacap. “Alhamdulillah sejak menjadi mitra Pertamina Refinery Unit wilayah Cilacap, usaha Batik Sekar Waru semakin lancar. Saat ini saya dibantu 10 orang karyawan, dan sekali waktu jika ada order dalam jumlah besar saya bisa memberdayakan 20 orang warga sekitar untuk menyelesaikannya,” katanya.
Ia berharap usaha batiknya terus berkembang, dan turut serta menyejahterakan warga sekitar. “Batik Klumprit itu adalah salah satu warisan leluhur yang wajib dilestarikan. Melalui usaha ini, selain menjaga warisan para leluhur, kami juga berupaya semaksimal mungkin memberdayakan para ibu agar bisa berkarya dan menambah kesejahteraan,” ujarnya.
Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Refinery Unit wilayah Cilacap, Hatim Ilwan menyebutkan, Rosita adalah satu potret sukses mitraan binaan kilang Pertamina Cilacap. Apa yang dilakukannya dalam usaha batik dengan gigih dan pantang menyerah lalu berbagi semangat pada sesama, sejalan dengan semangat Pertamina untuk senantiasa menyebarluaskan energi terbaik untuk masyarakat. “Semoga batik Sekar Waru semakin sukses dan dikenal masyarakat luas sebagai aset warisan kebudayaan Cilacap,” ujarnya.