Rusmaidah Ubah Sekolah Kumuh Jadi Sekolah Adiwiyata Nasional

Rusmaidah Ubah Sekolah Kumuh Jadi Sekolah Adiwiyata Nasional

JAKARTA – Jika kita mengenal sosok Ki Hajar Dewantara yang menjadi Bapak Pendidikan, saat ini kita juga memiliki Rusmaidah, yang dirasa pantas untuk menyandang gelar Ibu Pendidikan. Setidaknya, semangat dan dedikasi yang sama, telah ditunjukkan wanita kelahiran Barabai ini, dalam memajukan pendidikan dan kualitas belajar mengajar di Sekolah Dasar Negeri Kebun Bunga 5, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

 

Rusmaidah masih ingat, 6 tahun silam saat Ia berkunjung ke SDN Kebun Bunga 5 untuk pertama kalinya. Panca inderanya cukup dikagetkan dengan kondisi sekolah yang sangat memprihatinkan. Karena sekolah ini didirikan di atas tanah resapan, pada waktu itu sekolah ini sudah terendam air setinggi 40 cm. Di sisi lain, tempat pembuangan sampah yang letaknya di depan sekolah, menimbulkan aroma yang tidak sedap.

 

“Pada waktu itu hati saya sangat tergerak. Saya lihat langsung kondisi ini dan bertanya-tanya, bagaimana para siswa dapat belajar dengan baik di tempat seperti ini? Setelah berbincang dengan pihak sekolah, salah satu guru juga mengatakan bahwa bangunan sekolah sudah berumur 40 tahun dan kayunya banyak yang sudah lapuk. Kondisinya sangat memprihatinkan dan membuat saya sedih,” jelas Rusmaidah.

 

Pembuatan daerah resapan menjadi solusi pertama yang ditawarkan oleh Rusmaidah yang saat ini ditunjuk menjadi Kepala SDN Kebun Bunga 5. Peninggian halaman sekolah menjadi langkah selanjutnya, agar air hujan dapat mengalir ke daerah yang lebih rendah. Setelah itu, aplikasi mesin drainase dirasa penting untuk mengalirkan air yang menggenang di halaman sekolah ke daerah resapan yang telah dibuat. Saat ini, daerah resapan tersebut dijadikan kolam Ikan Nila, Ikan Patin dan Ikan Lele.

 

“Setelah semua perbaikan ini selesai, muncul tantangan lain. Karena sekolah ini dekat dengan rawa, kualitas air masih sangat keruh. Pembuatan 2 tandon kami rasa baik untuk menjernihkan air. Pada tandon pertama ada penyaring berisi ijuk, kerikil, arang tempurung yang dialirkan ke tandon kedua berisi kaporit. Hal ini bermanfaat untuk mengurangi 20% tagihan air ledeng bulanan sekolah kami,” tambah Rusmaidah.

 

Selang 3 tahun, Rusmaidah berhasil mentransformasi SDN Kebun Bunga 5 menjadi sebuah sekolah yang berkaca pada pemahaman ramah lingkungan. Tidak berhenti disitu, wanita yang kini memiliki tiga orang anak dan seorang cucu ini juga turut ambil bagian dalam pengembangan literasi dan kemampuan baca anak dan warga Banjarmasin yang dirasa masih kurang. Pembuatan pendopo belajar, serta pojok baca yang tersebar luas di berbagai lokasi diadakan, demi melibatkan seluruh masyarakat untuk belajar dan membaca.

 

“Para murid juga kami ajarkan cara pengelolaan sampah yang baik. Setiap hari mereka kami minta membawa sampah domestik mereka dan memilahnya menjadi sampah basah dan sampah kering. Sampah basah kami kelola menjadi kompos untuk taman sekolah kami, sedangkan sampah kering kami kumpulkan di Bank Sampah untuk membuat keterampilan,” jelas Rusmaidah.

 

Oleh karena komitmen dan kontribusi nyata ini, Rusmaidah dianugerahi penghargaan Local Hero kategori “Pertamina Cerdas” oleh PT. Pertamina (Persero), pada tahun 2015 lalu. Pertamina menilai, bahwa apa yang telah dilakukan Rusmaidah sangat menunjukkan kontribusi komite sekolah dalam meningkatkan manajemen sekolah dasar negeri di kecamatan.

 

Untuk mendukung program ini, pada tahun 2015, PT. Pertamina (Persero) memberikan bantuan berupa pembangunan anjungan baca, penyediaan buku-buku, serta pembuatan taman gantung di halaman sekolah. Kini SDN Kebun Bunga 5 menjadi sebuah sekolah EcoGreen, dan telah menjadi sekolah pertama di Banjarmasin yang mendapatkan penghargaan Adiwiyata Nasional dan Go Nasional. Pada tahun 2015, sekolah ini juga menerima Piala Adiwiyata Mandiri di Istana Bogor.

 

Dari sebuah sekolah yang terendam banjir, kini sekolah ini dijadikan tujuan studi banding lingkungan; tidak hanya oleh sekolah-sekolah di Kalimantan, tapi juga dari luar negeri, seperti Uzbekistan, Tashkent, Korea Selatan, Filipina, dan Jerman untuk belajar mengadopsi metode yang telah dilakukan.

Share this post