Isu lingkungan, sosial, dan tata kelola (LST) telah menjadi perhatian berbagai kalangan di lingkup nasional maupun global. PT PERTAMINA (Persero) berkomitmen mengelola isu LST melalui penerapan prinsip-prinsip keberlanjutan, dalam seluruh kegiatan operasional dan usaha yang dijalankan.
Isu Perubahan Iklim dan Pengembangan EBTKE
Kami mengelola isu perubahan iklim dengan strategi dan perencanaan, baik secara operasional (infrastruktur) maupun lingkungan fisik. Upaya yang dilakukan adalah menurunkan emisi GRK, pengembangan energi terbarukan, serta produksi bersih dan ramah lingkungan. Pengelolaan isu perubahan iklim dijalankan terintegrasi dan melibatkan seluruh Direksi dan pejabat perusahaan di Holding dan Subholding, entitas anak dan unit operasi/unit bisnis. Pengelolaan isu perubahan iklim menjadi KPI Direksi.
Dalam hal menyikapi transisi energi dari energi fosil ke energi lain yang lebih ramah lingkungan (energi hijau), PERTAMINA mendukung pengembangan energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) melalui pembentukan Subholding Power & NRE. Transisi ke energi hijau pada masa mendatang, akan mengurangi permintaan minyak dan gas (migas) yang menjadi bisnis inti PERTAMINA saat ini. Pada sisi lain, transisi ke energi hijau membuka peluang pengembangan bisnis PERTAMINA di masa depan dan mendukung transformasi sebagai perusahaan energi, dalam perjalanan menuju 10 GW.
Upaya Berkelanjutan Pengembangan EBT dan Penggunaan Material Ramah Lingkungan
Sebagai respon atas isu perubahan iklim dan pembangunan rendah karbon, PERTAMINA mengembangkan EBT berbasis material ramah lingkungan yang melimpah di Indonesia. Material ramah lingkungan yang digunakan pada tahun 2020 terus meningkat volume dan jenisnya dibanding tahun 2019. Rencana pengembangan proyek energi baru dan terbarukan hingga tahun 2026 diproyeksikan meningkatkan total kapasitas pembangkit sekitar 10,2 GigaWatt (GW) dan manufacture sekitar 30,2 GWh untuk meningkatkan bauran energi Indonesia 23% pada tahun 2025. Proyek ini terdiri atas proyek gasifikasi pembangkit listrik sebesar 5,7 GW; panas bumi sebesar 1,1 GW; energi surya, bioenergi, air, angin sebesar 3,4 GW; baterai kendaraan listrik sebesar 30,2 GWh. Untuk proyek tersebut, PERTAMINA menyiapkan investasi sekitar USD6,96 miliar. Pengembangan EBT menjadi tanggung jawab Subholding Power & NRE dan pengembangan minyak kelapa sawit menjadi bahan bakar nabati saat ini diproses oleh Subholding Refining & Petrochemicals. Evaluasi dilakukan Direksi melalui mekanisme penilaian laporan dan pencapaian KPI. Berdasarkan evaluasi diketahui pengembangan EBT pada periode pelaporan telah sesuai peta jalan.
Pengembangan EBT membuka peluang bisnis baru PERTAMINA sebagai perusahaan penyedia energi kelas dunia. Namun demikian, pengembangan EBT juga menghadapi tantangan, di antaranya kebijakan Pemerintah yang mengedepankan EBT untuk sektor kelistrikan. Tantangan lain adalah pengembangan EBT harus tetap relevan dalam 10-20 tahun ke depan, terutama dari segi teknologi agar tidak usang. PERTAMINA menyiapkan investasi USD6,96 miliar untuk pengembangan EBT sampai dengan tahun 2026, guna realisasi target bauran energi nasional 23 persen pada tahun 2025.
Selama tahun 2020, PERTAMINA mengembangkan beberapa bentuk EBT. Salah satunya panas bumi yang mencakup 14 wilayah kerja kuasa pengusahaan dan 2 wilayah kerja izin panas bumi. Total kapasitas terpasang hingga tahun 2020 mencapai 1.877 MW, terdiri dari 672 MW operasi sendiri dan 1.205 MW kontrak operasi bersama (JOC).
Bentuk EBT lain adalah bioenergi berbahan dasar CPO, yang merupakan material terbarukan. Pada akhir tahun 2019, Perseroan mulai memproduksi biodiesel B30, dengan total peningkatan penyerapan FAME dan penugasan yang diberikan Pemerintah kepada PERTAMINA sebesar 7,15 juta Kiloliter (KL) pada tahun 2020. Sesuai data dari Kementerian ESDM, konsumsi biodiesel di Indonesia terus bertambah, sehingga peluangnya cukup menjanjikan di masa mendatang.
Sepanjang tahun 2020, PERTAMINA berhasil melakukan ujicoba produksi Green Diesel (D100) di Kilang Dumai sebesar 1.000 barel. Sebelumnya, Perseroan juga melakukan ujicoba co-processing Green Gasoline di Kilang Cilacap. Ujicoba akan berlanjut untuk co-processing Green Avtur yang ditargetkan pada akhir 2020. Produk Green Diesel D100, diproduksi dari proses CPO menjadi refined, bleached and deodorized palm oil (RBDPO), yang kemudian direaksikan menggunakan katalis Merah Putih produksi Research & Technology Center (RTC) PERTAMINA bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB).
PERTAMINA membangun dan mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) 2,4 MW di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, Simalungun, Sumatera Utara. Pengembangan PLTBg merupakan hasil kerja sama dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III (Persero). PLTBg memasok kebutuhan listrik untuk KEK, sehingga diminati berbagai perusahaan yang ingin memanfaatkan sumber listrik EBT untuk keberlanjutan bisnis mereka. Kerja sama juga dilakukan PERTAMINA dengan PTPN II (Persero) untuk pengoperasian dan perawatan PLTBg Kwala Sawit berkapasitas 1 MW dan PLTBg Pagar Merbau berkapasitas 1 MW di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Selama periode pelaporan, PERTAMINA melanjutkan proyek independent power plant (IPP) Jawa-1, yang mengintegrasikan unit penyimpanan dan regasifikasi terapung (FSRU) dengan pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) 1.760 MW. Gas dari FSRU dialirkan melalui pipa sepanjang 21 kilometer ke PLTGU Jawa- 1. Listrik yang dibangkitkan akan dikirimkan melalui saluran transmisi 500 kV ke gardu induk PLN di Kecamatan Cibatu Dua, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Operasional PLTGU Jawa-1 mampu menambah pasokan listrik bagi 11 juta pelanggan.
Pengembangan EBT menjadi dukungan Perseroan pada pencapaian Tujuan ke-7 dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).
Meski mulai mengembangkan EBT sebagai energi untuk masa depan, PERTAMINA tetap memenuhi pasokan migas nasional. Selama periode pelaporan, Kami terus mencari dan menambah cadangan hidrokarbon guna menjaga keberlanjutan produksi migas. Keberadaan cadangan hidrokarbon diperlukan karena merupakan material bersifat tidak terbarukan dan habis terpakai. Material tidak terbarukan lain dan habis terpakai dalam proses produksi migas adalah bahan kimia pembantu. [301-1]
Upaya Berkelanjutan Efisiensi Energi
Pemanfaatan energi secara efisien menjadi salah satu upaya mendukung strategi efisiensi PERTAMINA dalam menghadapi tiga efek kejut pandemi COVID-19. Efisiensi energi dijalankan melalui berbagai kebijakan, inisiatif dan inovasi berkelanjutan, termasuk pemanfaatan EBT. PERTAMINA berhasil melakukan penghematan konsumsi energi selama periode pelaporan sebesar 92,57 juta GigaJoule (GJ).
Mengurangi Emisi
PERTAMINA mendukung upaya Pemerintah menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dan emisi lain penyebab pemanasan global. Upaya yang dilakukan adalah mengurangi emisi dari kegiatan operasi dan produksi, termasuk inisiatif memanfaatkan gas suar dan Program Langit Biru untuk mendorong masyarakat menggunakan bahan bakar rendah emisi karbon. Total emisi GRK yang dapat diturunkan secara akumulasi sejak tahun 2010 pada periode pelaporan mencapai 6,79 juta ton CO2eq. Kinerja pengendalian emisi GRK dievaluasi Direksi melalui mekanisme penilaian laporan berkala kepada pihak-pihak berwenang dan pencapaian KPI Fungsi HSSE di holding, subholding, maupun entitas anak. Dari hasil evaluasi, pencapaian penurunan emisi GRK telah memenuhi target yang ditetapkan.
Upaya PERTAMINA menurunkan emisi GRK menjadi bagian dari program nasional Pemerintah Indonesia, yang dilakukan sejak tahun 2010. Referensi Perhitungan adalah Metodologi Inventarisasi Sumber Emisi dan Perhitungan Beban Emisi Kegiatan Industri Minyak dan Gas, PT Pertamina (Persero) tahun 2010. Berdasarkan penghitungan yang dilakukan, pada tahun 2010 PERTAMINA menetapkan penghitungan total emisi GRK total adalah 25.078 juta ton CO2eq, dan ditetapkan sebagai baseline pengukuran hasil reduksi emisi GRK. Jumlah tersebut berasal dari kegiatan hulu 9,22 juta ton CO2eq, pengolahan 15,42 juta ton CO2eq, pemasaran dan perdagangan 0,48 juta ton CO2eq. Sampai dengan akhir tahun 2020, PERTAMINA telah berhasil menurunkan emisi GRK sebesar 6,7 juta ton CO2eq dan telah mencapai persentase dari emisi yang direduksi sebesar 27,0% dari Emisi yang diukur pada tahun 2010. Beberapa inisiatif reduksi emisi yang dilakukan antara lain efisiensi energi pada segmen hulu, pengolahan, dan gas; pemanfaatan gas suar pada segmen hulu dan pengolahan; gasifikasi bahan bakar di segmen hulu, dan pemanfaatan panel surya.
{{ selectedMainItem.extraDescription }}
{{ selectedMainItem.extraDescription }}